JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan ( Komnas Perempuan) Azriana Manalu mengkritisi lambatnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual dibahas DPR RI.
” RUU Penghapusan Kekerasan Seksual enggak kunjung disahkan di DPR sampai sekarang, pembahasannya lamban sekali,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/11/2018).
Ia menjelaskan bahwa saat ini regulasi terkait kekerasan seksual sangat minim, hanya berpegang pada KUHP. Hal itu yang dinilainya menjadi tantangan dalam kasus tindakan pelecehan seksual yang dialami oleh Baiq Nuril Maknun.
DPR Akan Kebut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Baiq Nuril merupakan korban pelecehan seksual oleh mantan atasannya yaitu mantan Kepala Sekolah SMA 7 Mataram, pada 2014 silam. Nuril dan tim kuasa hukumnya melaporkan kasus tersebut ke Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (19/11/2018).
Azriana menjelaskan, tindakan pelecehan seksual secara verbal seperti yang dialami Nuril belum tercakupi dalam aturan yang ada saat ini. Oleh sebab itu, ia mengakui, kasus tersebut membutuhkan kerja keras agar tindakan pelecehannya dapat dibuktikan. Baca juga: RUU Kekerasan Seksual, Ini PR Besar DPR yang Harus Tuntas!
“Ada sejumlah kesulitan untuk mengenali kekerasan seksual, baik secara verbal. Kalau hanya mengandalkan KUHP seperti sekarang, dibutuhkan kerja keras penegak hukum untuk memproses kasus ini,” ungkap dia.
Padahal, dalam draf RUU yang diserahkan Komnas Perempuan kepada DPR, lembaganya telah memasukkan berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk secara verbal. Ia pun berharap, adanya aturan yang jelas terkait kekerasan maupun pelecehan seksual agar kasus seperti Baiq Nuril mendapatkan keadilan di mata hukum.
“Di dalam draf yang diserahkan Komnas Perempuan ke DPR, kita memuat aturan tentang pelecehan seksual (secara verbal) itu, supaya kasus-kasus seperti Bu Nuril ini bisa terjangkau oleh hukum,” jelas dia.
Terkait kasus ini, Nuril divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) atas tindakan penyebaran rekaman suara perilaku asusila yang dilakukan atasannya. Ia dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Nuril juga dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.
Baca Juga : Yuk, Mengenal Pentingnya Kontrak untuk Perlindungan Hukum Kita