INDOPOS.CO.ID – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengimbau agar distopnya proyek reklamasi 13 pulau di teluk Jakarta, menjadi pelajaran bagi investor dan juga Pemprov DKI. Jangan memulai usaha bahkan menjual barang yang belum lengkap perizinannya. Karena yang rugi sudah dipastikan adalah pemilik modal atau investor.
“Sudah pasti menghentikan proyek reklamasi ini menyisahkan kerugian pada konsumen dan produse. Ini dampak pelanggaran yang dilakukan oleh produsen. Sementara, Pemprov (DKI) saat itu membiarkan (proyek terus berjalan),” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kepada INDOPOS di kantornya, Kamis (27/9).
Ia menilai, munculnya permasalahan reklamasi saat itu merupakan wujud pemerintah yang tidak bisa menciptakan kepastian hukum. Padahal, sebagai penyelenggaran pembangunan di daerah, Pemprov harus taat hukum. Akibatnya, menurut Anies, banyak pelanggaran hukum tanpa sanksi yang tegas.
“Kasihan mereka yang taat hukum. Ini malah membiarkan orang berjualan tanpa mengikuti peraturan, ya tanggung konsekuensinya sendiri,” tegas Anies.
Pada transaksi antara konsumen dan produsen, menurut Anies, pihaknya tidak akan masuk ke wilayah tersebut. Ia mengingatkan kepada para pihak untuk menyelesaikan sesuai ketentuan yang berlaku. Karena setiap pembelian barang, harus mengikuti peraturan dan ketentuan.
“ Transaksi antara kontraktor dan pembeli silahkan selesaikan. karena kami bukan termasuk pihak di dalamnya,” ucapnya.
Soal pemanfaatan pulau-pulau yang sudah terlanjur dibangun, menurut Anies, akan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Juga sudah pasti harus sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Tentu saja, menurut Anies pihaknya akan menyiapkan peraturan daerah (Perda) rencana zonasi dan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
“ Perda ini sedang kita susun. Konsumen juga akan diatur dalam rencana zonasi dan wilayah. Kami atur tata ruangnya dan tentukan potret wilayah itu,” katanya.
Ia menegaskan, pihak perusahaan yang dulu belum melakukan reklamasi tapi sudah memberikan kontribusi tambahan, maka Pemprov DKI akan memperhitungkannya sebagai aset. Apabila di kemudian hari mereka akan melakukan pembangunan, maka akan diperhitungkan.
“Ini salah satu contoh bahwa belum apa-apa, sudah ada kontribusi tambahan padahal belum dijalankan, itu nanti kita semua akan catat,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Tim Gubernur Bidang Pengelolaan Pesisir Marco Kusumawijaya menambahkan, usai penghentian reklamasi, Pemprov DKI akan segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait penataan di wilayah pesisir.
Selain itu, untuk koordinasi terkait pengelolaan wilayah darat dari pulau reklamasi, masih ujar Marco, Pemprov DKI juga melibatkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tujuannya, untuk melahirkan satu raperda sebagai dasar hukum dari pengelolaan pulau reklamasi.
“ Kami akan konsultasi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk soal tata ruang laut. Kemudian konsultasi dengan Kementerian ATR dan Kepala BPN untuk tata ruang darat,” ujarnya.
Dihentikannya proyek reklamasi di teluk Jakarta, mendapat perhatian luas dari khalayak, khususnya soal dampak kerugian terhadap produsen dan konsumen, yang sudah membeli atau membayar uang muka dan cicicilan properti.
“Di sana itukan sudah banyak berdiri ruko, gedung-gedung. Nanti buat konsumen bagaimana menyelesaikannya? Pemprov DKI tetap harus memperhatikan dampak itu, walaupun itu urusan developer dan customer,” ujar pengamat bisnis dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto, Kamis (27/9/2018).
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI ini menambahkan, terkait kasus penghentian proyek reklamasi itu, ke depan konsumen juga perlu berhati-hati sebelum membeli property. Sebaiknya lihat perizinannya, apakah sudah lengkap apa belum.
Ia menambahkan, keputusan Pemprov DKI kemungkinan untuk pembelajaran, Agar developer tidak bisa semaunya.
“Cuman ongkosnya mahal. Baik developer maupun konsumen. Jadi penyelesaiannya harus win-win solution,” sarannya.
Saat ini kata Toto, sebagian gedung, sudah banyak dalam proses pembangunan di reklamasi teluk Jakarta. Karena itu, memang sudah seharusnya ada solusi win-win solusion.
“Walaupun developer salah. Bagaimana gedung itu.
Apa mau dirobohkan semua. Atau ada solusi lain, yang bisa memenuhi unsur kepatuhan regulasi dan investor,” jelas Toto.
Menurut dia, ini juga menjadi pelajaran penting bagi Pemprov DKI, siapapun gubernur. “Ijin belum ada, amdal belum selesai. Developer juga butuh percepatan perijinan. Ke depan harus diperbaiki. Dampaknya besar. Selain tingkat kepercayaan investor, juga tentang kepercayaan investasi,” pungkasnya.
Baca Juga : KBRI Riyadh Siap Dampingi Rizieq Jika Bermasalah Hukum di Saudi