Jakarta, Detik.com – Indonesian Legal Roundtable (ILR) menyebut Indeks Negara Hukum Indonesia di tahun 2017 naik 0,54 poin menjadi 5,85, dari tahun sebelumnya sebesar 5,31. ILR menyebut indeks itu berarti penerapan prinsip-prinsip negara hukum yang dilakukan pemerintah dinilai cukup.
“Dengan angka indeks tersebut, maka predikat yang dapat diberikan terhadap negara terhadap penerapan prinsip-prinsip negara hukum adalah cukup,” kata peneliti ILR Indra Lesmana dalam launching buku Indeks Negara Hukum Indonesia tahun 2017, di The Akmani Hotel, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/9/2018).
Launching ini turut dihadiri Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ifdhal Kasim, praktisi hukum Luhut MP Pangaribuan, komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan, Hakim Konstitusi 2003-2008 Maruarar Siahaan.
Penelitian menurut Indra menggunakan metode survei ahli dan data administratif yang dikeluarkan lembaga negara dan pemerintah daerah. Hasil penelitian Indeks Negara Hukum Indonesia tahun 2017 baru dipublikasikan karena data administratif barudikeluarkan lembaga negara pada Mei 2018.
ILR menggunakan data administratif dari Laporan Tahunan MA, Laporan Tahunan MK, dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur dari 20 provinsi di Indonesia. Laporan penelitian ini disusun atas penilaian terhadap 5 prinsip dan 20 indikator negara hukum Indonesia.
Terdapat 5 prinsip negara hukum yang dinilai adalah ketaatan pemerintah terhadap hukum, legalitas formal, kekuasaan kehakiman yang merdeka, akses terhadap keadilan, dan Hak Asasi Manusia. Namun yang mengalami kenaikan terkecil adalah prinsip legalitas formal.
“Seluruh prinsip mengalami kenaikan, di mana (prinsip) kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan prinsip dengan kenaikan paling besar, sedangkan prinsip legalitas formal mengalami kenaikan terkecil,” ujar Indra.
Indra mengatakan nilai atas prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum meningkat naik menjadi 5,97. Akan tetapi, adanya kasus diskriminasi penegak hukum dan bidang pertahanan dan lingkungan hidup dianggap masih buruk misalnya kasus reklamasi di Jakarta Utara hingga kasus pembangunan pabrik semen di Kendeng Rembang.
“Ada beberapa peristiwa yang terjadi sepanjang 2017 yang membuat kinerja pemerintah di bidang penegakan hukum dipandang buruk. Seperti kasus korupsi yang melibatkan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, kasus penistaan agama Ahok, kasus chat berkonten pronografi Rizieq Shihab, kasus pelanggaran UU ITE oleh Buni Yani, dan pengusutan korupsi e-KTP yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto. Kasus korupsi e-KTP sendiri hingga 2017 masih sedikit tersangka yang dijerat hukum padahal diduga dilakukan secara berjamaah,” ujar Indra.
Selain itu, prinsip legalitas formal dianggap mengalami kenaikan terkecil dengan skor 6,20, naik 0,43 dari tahun lalu 5,77. Menurut ILR salah satu catatan pada prinsip ini yakni pengawasan oleh Mahkamah Agung dalam menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
Sedangkan skor yang dianggap naik paling tinggi adalah prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dengan skor 6.64, atau naik 0.90 dari tahun lalu 5.74. Namun menurut Indra angka itu masih rendah, karena isu rekruitmen hakim.
Terkahir, ILR mencatat prinsip Hak Asasi Manusia mengalami kenaikan, meskipun tak signifikan dengan skor 1,13. Indra menilai prinsip HAM ini mengalami kenaikan terbawah kedua daripada indikator prinsip lainnya.
“Kasus Ahok dan dampak setelahnya, kasus Meiliana, penyerangan Ahmadiyah di Depok, dan penyerangan YLBHI. Ke semua kasus ini mengoyak sendi-sendi jaminan kebebasan beragama atau berkeyakinan dan hak atas kebebasan berkumpul dan berpensapar sebagai manifestasi dari hak aras kebebasan berpikir.
Menanggapi penelitian itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ifdhal Kasim menyambut baik karena meski Indeks Negara Hukum Indonesia naik sedikit namun menunjukkan ada perbaikan dari tahun ke tahun.
Namun mempertanyakan penilaian terhadap indikator prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum yang menggunakan contoh kasus Ahok.
“Yang jadi pertanyaan saya yang mau dilihat kan ketaatan hukum pemerintah. Kalau pemerintah kan jalurnya eksekutif ya, tapi dengan mengambil contoh pada kasus itu apa punya korelasi? Bukankah yang sudah masuk pengadilan itu bukan ranah pemerintah. Justru kalau pemerintah dorong ke pengadilan ada ketaatan hukum dengan membawa mereka yang tersangkut kasus tersebut ke pengadilan,” ujar Ifdal.
Baca juga : Pengamat: Saat Ini Banyak Hate Speech yang Tidak Diproses Hukum