TRIBUNSUMSEL.COM-Pakar Hukum Tata Negara Prof Dr Mohammad Mahfud MD kembali menegaskan sikapnya terhadap tagar atau hastag #2019GantiPresiden.
Menurut Mahfud MD, polisi justru harus menangkap atau memproses secara hukum para pelaku kekerasan, pelaku persekusi, dan mereka yang memaksa orang untuk mengganti kaos yang sedang dipakai.
Mahfud MD mengingatkan ada pengertian makar yang sangat jelas dari perspektif hukum dan itu sudah diatur dalam Kitab Hukum Acara Pidana (KUHP).
“Makar itu diatur di KUHP Pasal 104-129. Jadi, menurut saya tagar 2019GantiPresiden maupun 2019Jokowi2periode sama-sama kontitusional. Itu sama saja isinya, tidak apa-apa,” ujar Jokowi dalam wawancara khusus yang disiarkan Tv One, Rabu (5/9/2018).
Mahfud MD sendiri mengaku pernah dihubungi oleh sejumlah tokoh yang menggagas #2019GantiPresiden pada 28 Maret 2018.
“Saya katakan (kepada para tokoh) itu tidak melanggar hukum, tetapi saya tak setuju. Kalau mau lakukan, silakan saja. Saya akan buat tagar sendiri, #2019PemilihanPresiden,” kata Mahfud MD.
Menurut Mahfud, kegiatan deklarasi tagar #2019GantiPresiden juga tidak melanggar hukum karena itu hanya penyampaian aspirasi saja.
Apalagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga sudah menyatakan bahwa targar tersebut bukanlah pelanggaran kampanye dan bukan kampanye.
“Yang dipersoalkan ada pelanggaran hukum itu yang di bawah, penonton saling ejek, persekusi, ini yang pelanggaran hukum. Pennggunaan tagar tidak masalah. Karena 2019 ada pemilihan presiden, bisa ganti Presiden bisa juga tidak,” tambah Mahfud MD.
Menurut Mahfud MD, jika ada orang yang mengatakan bahwa pembuatan tagar itu adalah sebuah tindak pidana atau bahkan perbuatan makar, berarti orang tersebut tidak paham hukum.
“Yang bilang makar itu bukan ahli hukum. Kalau ada ahli hukum mengatakan seperti itu, paling Pak Jimly yang mengatakan jika ada ujaran kebencian, itu pelanggaran. Itu lain lagi, tapi itu bukan makar. Kalau tagar itu pelangaran hukum, blm ada ahli hukum yang mengatakan itu makar,” kata Mahfud.
Karena itu, kata Mahfud, sebuah penilaian yang berlebihan jika penyampaian tagar tersebut sebagai tindakan makar.
Menurut Mahfud MD, perbuatan makar itu diatur dalam KUHP pasal 104-129, isinya secara garis besar ada tiga hal, yaitu
1. Perampasan Kemerdekaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden.
Jika ada seseorang atau kelompok orang yang melakukan perampasan kemerdekaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, barulah mereka dikatakan makar.
Bentuk perampasan itu sendiri, kata Mahfud, bisa berupa penyanderaan, penculikan, menyembunyikan, dan lain-lain.
“Jadi jadi kemerdekaan Presiden dan Wakil Presiden itu dirampas,” katanya.
2. Permufakatan Jahat untuk Rampas Kemerdekaan Presiden dan Wakil Presiden.
Kriteria kedua sesuai KUHP adalah melakukan permufakataan jahat untuk merampas kemerdekaan Presiden dan Wakil Presiden.
Permufakatan jahat untuk merampas kemerdekaan itu bisa berarti upaya untuk menyandera atau merampas kemerdekaan Presiden dan Wakil Presiden.
Perampasan kemerdekaan kepala pemerintahan itu, kata Mahfud, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan menjadi lumpuh.
3. Mengganti Ideologi Negara.
Unsur ketiga dari perbuatan makar adalah mengganti ideologi negara dengan ideologi lain.
“Misalnya gerakan ganti ideologi Pancasila dengan Lenisme dan Marxisme, itu baru maka,” kata Mahfud MD.
“Kalau tagar #2019gantipresiden, makarnya di mana. Oleh sebab itu saya tahu karena gerakan itu timbulkan suasana panas di bawah. Itu yang harus diantisipasi. Tindakan persekusi, saling tidung, paksa orang buka baju, kaos, lempar helm, dan lain sebagainya, itu yang melanggar hukum. Yang penting, aparat itu harus profesional,” ujar Mahfud MD.
Dia mengatakan, sesuai konstitusi yang mempunyai hak melakukan kekerasan terhadap orang lain itu hanya tentara untuk pertahanan dan polisi untuk keamanan.
Kalau ada orang sipil melakukan kekerasan terhadap orang lain itu tidak boleh. Itu melanggar hukum. Karena itu, polisi harus menindak pelaku kejahatan tersebut, menangkap mereka.
“Mungkin pelanggaran hukum akan muncul juga dalam pidato atau yelyel, itu bisa ditindak. Bukan pesan tagarnya karena itu tidak ada pelanggara hukum sama sekali,” kata Mahfud MD.
Baca Juga : 4 Alasan MA Menangkan Orang Jakarta Miliki Merek Pierre Cardin