JawaPos.com – Kasus dugaan korupsi PLTU Riau-1 disebut-sebut dengan perkara kakap. Kemampuan KPK dalam mengusut kasus ini akan diuji. Apalagi tersangka terbarunya mantan elite Partai Golkar, Idrus Marham.
KPK memiliki pengalaman “seru” dalam menangani kasus kakap. Salah satunya, megakorupsi e-KTP yang menyeret kolega dan teman dekat Idrus, Setya Novanto (Setnov). Setnov pernah menjabat ketua umum partai berlambang pohon beringin itu. Dan Idrus “mendampingi” Setnov sebagai sekretaris jenderal Golkar.
Untuk menyeret Setnov ke meja hijau, KPK harus melewati berbagai “drama”. Mulai praperadilan kontroversial di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga skenario kecelakaan di kawasan Permata Hijau yang berujung pada rekayasa rawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau medio November tahun lalu.
Meski sejauh ini belum ada “perlawanan”, kedekatan Idrus dengan Setnov layak menjadi catatan para penyidik KPK agar nanti tidak terjadi drama yang melelahkan seperti saat menyidik perkara e-KTP.
Idrus tentu bukan Setnov. Sejauh ini Idrus cukup kooperatif. Dia selalu memenuhi panggilan KPK untuk menjadi saksi. Ketika sudah ditetapkan sebagai tersangka, Idrus juga langsung mengundurkan diri sebagai menteri. Idrusjuga telah menunjuk pengacara untuk menghadapi proses hukum
di komisi antirasuah.
Salah seorang anggota tim kuasa hukum Idrus adalah Syamsul Huda. Dia merupakan advokat yang mendampingi Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang telah divonis bersalah dalam kasus e-KTP.
Syamsul mengatakan, kliennya belum berbicara banyak tentang langkah hukum yang akan dilakukan. Pihaknya akan mempelajari dulu semua fakta-fakta hukum yang berkaitan dengan keterlibatan Idrus dalam proyek PLTU Riau 1. “Kami akan ikuti dan hadapi saja proses selanjutnya, baik di penyidikan maupun penuntutan nanti,” ujarnya saat dihubungi kemarin.
Terkait dengan tawaran KPK agar Idrus mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC), Syamsul menyebut langkah itu belum terpikirkan untuk sementara ini. Menurut dia, pihaknya perlu melihat proses dan fakta hukum sebelum mengambil keputusan tersebut. “Sementara belum akan mengajukan JC,” paparnya. Begitu pula praperadilan. Idrus juga belum mengambil langkah itu.
Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menyarankan Idrus untuk membuka kasus tersebut agar lebih terang. Nah, salah satu caranya adalah mengajukan diri sebagai JC. Dengan cara itu, peran nama-nama besar seperti Setnov dan Dirut PLN Sofyan Basir bisa terungkap lebih detail. “Idrus perlu mempertimbangkannya demi kepentingan publik yang lebih besar,” ungkapnya.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menambahkan, untuk menjadi JC, memang perlu dilihat seberapa jauh indikasi keterlibatan pelaku lain yang lebih besar. Nah, bila merasa bukan pelaku utama, Idrus semestinya mengajukan JC. “Jika ada (pelaku lain yang lebih besar, Red), misalkan pemilik proyek, Dirut PLN, atau menteri BUMN, yang juga terlibat, maka cukup beralasan IM (Idrus Marham) untuk mengajukan JC,” tuturnya.
KPK terus menghimpun kekuatan untuk membongkar dugaan keterlibatan pelaku lain dalam skandal proyek PLTU Riau 1. Informasi yang dihimpun Jawa Pos, sejumlah penyidik senior dikerahkan dalam penanganan perkara kakap itu. Di antaranya, Yudi Purnomo Harahap (ketua Wadah Pegawai KPK), Ambarita Damanik, Taufik Herdiansyah, dan Novel Baswedan.
Para penyidik senior yang sebagian besar jebolan perwira polisi itu beberapa kali mengusut kasus kelas kakap yang melibatkan politikus. Salah satunya kasus e-KTP yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun. Dalam kasus PLTU Riau 1 itu, nilainya jauh lebih besar daripada e-KTP. Proyek listrik 2 x 300 mw tersebut menelan biaya USD 900 juta atau setara dengan Rp 12,6 triliun. Fee yang dijanjikan mencapai Rp 350 miliar.
Baca Juga : Laptop Milik Wartawan Asal Jepang Hilang, INASGOC Ancam Proses Hukum Pelaku