Liputan6.com, Jakarta – Awal Juni 2010, sebuah video yang menampilkan adegan tidak senonoh menghebohkan masyarakat. Kehebohan ini terjadi karena pasangan yang ada dalam video itu mirip dengan sosok artis papan atas, Luna Maya dan Ariel Noah.
Jeda beberapa hari, rekaman asusila lainnya yang juga diduga diperankan Ariel dengan artis Cut Tari tersebar di laman berbagi video.
Sejumlah pihak kemudian mendesak Polri untuk turun tangan untuk mengusut peredaran video tersebut. Mereka khawatir, video itu dapat memberikan pengaruh buruk mengingat pemeran yang terlibat adalah idola jutaan anak dan remaja.
Di tengah desakan tersebut, Polri menetapkan Ariel sebagai tersangka pada 22 Juni 2010. Musikus yang melejit dengan band Peterpan itu lalu divonis 3,5 tahun oleh Pengadilan Negeri Bandung karena dinilai bersalah melanggar Pasal 29 jo Pasal 45 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi pada Senin, 31 Januari 2011.
Sementara kasus Luna Maya dan Cut Tari mulai terkubur ketika kasus Ariel mulai masuk ke Kejaksaan. Padahal, mereka juga sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat 2 Juli 2010. Polisi menjerat keduanya dengan Pasal 282 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Asusila.
Lama tak terdengar, kasus video mesum keduanya mencuat lagi, Selasa (7/8/2018). Siang itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak praperadilan yang diajukan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (PL3HI). Hakim tunggal Florenssani Susanti menilai PN Jakarta Selatan tidak berwenang mengurus permohonan praperadilan kasus Luna Maya dan Cut Tari. Sebab, kepolisian belum mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).
Polri yang telah mendengar putusan praperadilan terkait status hukum kedua artis tersebut menegaskan, penyidikan tetap berlanjut.
“Ya, memang (masih berlanjut),” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (7/8/2018).
Namun, pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, menilai Bareskrim Polri sebaiknya menghentikan kasus ini. Dia mengatakan, kasus tersebut lemah karena memang tidak ada pasal yang dilanggar oleh Luna Maya dan Cut Tari.
“Lemah secara hukum. Memang perbuatan itu tidak baik, tapi buktinya apa? Dari sisi kasus Ariel saja lemah, apalagi kasus mereka berdua. Mereka tidak pernah meng-upload, mereka juga tidak sadar kalau direkam dan disebarkan videonya. Jadi, kasus ini tidak perlu dilanjutkan,” kata Agustinus Pohan kepada Liputan6.com, Selasa.
Dia juga menganggap kasus ini tidak penting. Hal itu ditunjukkan dengan sikap Kejaksaan yang tidak mendesak Kepolisian atau mengajukan praperadilan.
“PL3HI tidak berhak mengajukan praperadilan, harusnya Kejaksaan. Koreksinya (kasus Luna Maya dan Cut Tari) ada di tangan Kejaksaan. Kalau penting untuk diteruskan, dia bisa mengajukan praperadilan. Tapi kalau melihat dari sikapnya, Kejaksaan menganggap kasus ini tidak penting,” ucap Agustinus.
Namun, lanjut dia, satu hal yang harus diingat. Pada saat itu, polisi mendapat tekanan yang hebat dari publik.
Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir, bahkan berpendapat Luna Maya dan Cut Tari harus dilindungi. Apalagi, lanjut dia, keduanya tidak tahu-menahu perihal perekaman dan penyebaran video tersebut.
Dia mengatakan, Luna Maya dan Cut Tari merupakan korban jika benar tidak tahu tentang perekaman serta penyebaran video asusila itu.
“Yang paling salah adalah orang yang merekam dan mempublikasikan. Nah, sekarang ini yang mempublikasikan kan sudah dihukum, dipenjara. Yang merekam juga sudah dihukum penjara. Pertanyaannya, rekaman ini disetujui atau tidak. Kalau tidak disetujui, dua orang ini jadi korban. Sebaiknya penyidik dan penegak hukum melindungi korban ini,” ujar Mudzakir ketika dihubungi Liputan6.com.
Sebelumnya, Cut Tari telah meminta maaf dan mengaku tidak tahu tentang pembuatan video dan peredarannya. Hal tersebut diungkapkan pengacara Tari, Hotman Paris.
“Perlu saya tegaskan bahwa pernyataan maaf tersebut bukan menyangkut pembuatan video dan peredarannya. Cut Tari tidak pernah membuat atau menyetujui mengenai pembuatan video porno itu atau tidak tahu tentang video tersebut. Dia juga tidak pernah mengetahui soal peredaran video tersebut,” ujar Hotman Paris Hutapea di kantornya, Jakarta, Kamis 8 Juli 2010 malam.
Bagai bumerang, permohonan praperadilan kasus video asusila Luna Maya dan Cut Tari justru membuat perkara itu mencuat lagi. Polisi pun memastikan masih melanjutkan penyidikan kasus asusila tersebut, meski telah terkubur 8 tahun.
Muncul pertanyaan, apakah kasus itu tidak kedaluwarsa?
Pakar hukum pidana Agustinus Pohan mengatakan, masa kedaluwarsa penuntutan terbagi tiga, tergantung berat ancaman hukumannya. Ada yang masa kedaluwarsanya 6 tahun, 12 tahun dan 18 tahun.
Luna Maya dan Cut Tari sendiri dijerat dengan Pasal 282 ayat 1 KUHP tentang Asusila. Aturan tersebut berbunyi:
“Barang siapa menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan dengan berterang-terangan suatu tulisan yang diketahui isinya, atau suatu gambar atau barang yang dikenalnya yang melanggar perasaan kesopanan, maupun membuat, membawa masuk, mengirimkan langsung, membawa keluar atau menyediakan tulisan, gambar atau barang itu untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan sehingga kelihatan oleh orang banyak, ataupun dengan berterang-terangan atau dengan menyiarkan sesuatu surat, ataupun dengan berterang-terangan diminta atau menunjukan bahwa tulisan, gambar atau barang itu boleh didapat, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 45.000.”
Oleh karena itu, dia menilai, kasus ini sudah kedaluwarsa. “Kalau itu, masuk ke kedaluwarsa 6 tahun. Kasus ini harus dianggap kedaluwarsa. Betul, sekarang itu penyidikan, tapi buktinya apa?” tutur Agustinus.
Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Choirul Huda mengangga, Luna Maya dan Cut Tari justru tidak pernah menjadi tersangka dalam kasus ini. Pendapat itu berkaca pada putusan sidang Ariel Noah.
“Ariel itu diputus bersalah karena ikut menyebarkan pornografi. Bukan sebagai pembuat atau peraganya, modelnya, tapi karena ikut menyebarkan. Makanya kalau melihat konstruksinya seperti itu, ya tentu bersumber dari device-nya Ariel apakah laptop, apakah internal hardisk. Makanya kemudian pertanggungjawabannya diminta terhadap hak itu, sehingga tidak bisa dikenai pertanggungjawabannya terhadap Luna maupun Cut Tari,” Choirul Huda menjelaskan.
Dia pun sependapat dengan Agustinus Pohan, polisi harus menghentikan kasus ini. Terlebih, sebagai perempuan, mereka sudah banyak dirugikan.
“Apalagi peristiwanya 8 tahun. Sudahlah, mereka juga sekarang sudah insyaf. Sudah jadi orang baik. Sudahlah enggak usah dipersoalkan. Jadi, kita enggak usah ikut manas-manasin untuk diangkat lagi. Sudahlah, cukuplah, mereka itu sudah mendapatkan hukuman sosial sangat berat. Enggak laku jadi artis, anak-anak juga ikut mendapat sanksi sosial, kan, kasihan,” kata dia kepada Liputan6.com.
Pada kasus video porno rangkaian perkara Luna Maya dan Cut Tari, Nazriel Irham atau Ariel Noah, divonis tiga tahun enam bulan penjara dan membayar denda Rp 250 juta dikurangi masa tahanan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung.
“Berdasarkan fakta persidangan terdakwa dijatuhi hukuman selama tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp 250 juta dikurangi masa tahanan,” kata Ketua Majelis Hakim Singgih Budi Prakoso.
Dia pun sudah mendengar soal putusan praperadilan kasus Luna Maya dan Cut Tari. Namun, Ariel mengaku tak masalah bila kasus tersebut kembali diangkat.
“Ah enggak, itu mah sudah diproses saja. Semoga cepat beres saja,” ujar Ariel NOAH saat berkunjung ke Lapas Kebonwaru, Bandung, Senin 6 Agustus 2018.
Sementara, pengadilan juga telah memvonis penyebar video mesum itu, Reza Rizaldy alias Redjoy, dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Senin 31 Januari 2011, majelis hakim menilai Redjoy terbukti mengedarkan dua video porno Ariel.
Baca Juga : KPK Eksekusi Dua Koruptor Ke Lapas Sukamiskin