Delik Korupsi di RKUHP Dinilai Bikin Kisruh Penegakan Hukum
Delik Korupsi di RKUHP Dinilai Bikin Kisruh Penegakan Hukum

Delik Korupsi di RKUHP Dinilai Bikin Kisruh Penegakan Hukum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Maneger Nasution menilai masuknya pidana khusus seperti korupsi dan lainnya dalam RKUHP akan menimbulkan kekisruhan dalam penegakan hukum. Sebab dalam UU Tipikor, disebutkan soal adanya lembaga yang khusus menangani kasus korupsi, yakni KPK.

“(Bila RKUHP disahkan), kewenangan penyidikan tindak pidana tersebut akan beralih kepada Polisi dan Kejaksaan, sehingga secara perlahan membahayakan dan menghilangkan posisi KPK yang melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi,” kata dia, Kamis (7/6).

Selain itu, Maneger mengungkapkan ada beberapa poin dalam RKUHP yang melemahkan tindak pidana korupsi. Pertama, yaitu adanya pengurangan hukuman minimum khusus dalam RKUHP pada tindak pidana korupsi.

Dalam pasal 2 UU Tipikor, diatur bahwa pidana minimum paling singkat 4 tahun. Sedangkan dalam RKUHP menjadi paling singkat 2 Tahun sebagaimana yang diatur dalam Pasal 687 RKUHP.

Kedua, dalam UU Tipikor, percobaan tindak pidana korupsi dikenakan pidana yang sama dengan perbuatan selesai sesuai dengan ketentuan pasal yang dilanggar. Sedangkan dalam RKUHP, pidana untuk percobaan tindak pidana korupsi adalah 2/3 dari ancaman pidana pokok yang diancamkan.

Ketiga, dalam UU Tipikor, pembantuan melakukan tindak pidana dipidana sama dengan perbuatan selesai sesuai dengan ketentuan pasal yang dilanggar. Sedangkan dalam R-KUHP pembantuan dikurangi 1/3 dari ancaman pidana pokok.

“Keempat, dalam RKUHP tidak terdapat pidana tambahan berupa penggantian kerugian negara,” papar dia.

Menurut Maneger, dalam perkembangan zaman, akan semakin banyak berbagai macam bentuk tindak pidana khusus yang akan terjadi, terlebih pada korupsi. Tentu tidak cukup jika delik tindak pidana khusus tersebut dimasukan dalam RKUHP.

Kasus korupsi, lanjut Maneger, membutuhkan penanganan secara khusus. Karena itu, korupsi sebagai tindak pidana khusus harus tetap dibiarkan di luar RKUHP dan berdiri di atas UU yang lebih khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi.

Pembahasan R-KUHP tentu membutuhkan masukan dan dari semua pihak, sehingga proses pembahasan yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR diharapkan secara transparan dan tidak terburu-buru untuk disahkan pada Agustus 2018 ke depan.

“Pemerintah dan DPR sebaiknya menunjukan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi, dengan tidak menjadikan proses pembahasan RKUHP ini sebagai upaya jalan memutar untuk melakukan pelemahan terhadap KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia,” ucapnya.

Baca Juga : Polisi Akan Panggil Kontraktor Terkait Kebakaran di PRJ Kemayoran

1 Response

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024