Jakarta, DETIK.COM – Setya Novanto menyebut tidak ada urusan dengan Rp 20 miliar yang disebut untuk mengamankan KPK. Selain itu, Novanto mengaku tidak tahu tentang seseorang bernama Agung yang disebut ‘dititipkan’ Novanto di BPK.
“Nggak itu kan, masak (Rp 20 miliar) untuk KPK,” ucap Novanto sebelum menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2018).
Novanto mengakui suara yang diperdengarkan jaksa–yang disebut sebagai hasil sadapan–adalah suaranya. Namun urusan Rp 20 miliar itu disebut Novanto sebagai biaya resmi yang kemungkinan dikeluarkannya apabila berurusan dengan hukum.
“Iya, kalau itu masalah yang berkaitan hukum kan pasti untuk bayar yang resmi untuk semuanya sangat tinggi. Ya macam-macam bayar pengacara itu sangat besar,” sebut Novanto.
“Itu kalau kena kasus masalahnya pasti bayar macam-macam resmi ya lawyer, administrasi yang berkaitan dengan transportasinya dihitung-hitung jadi besar,” imbuh Novanto.
Dalam persidangan pada Kamis (22/2), jaksa KPK memutarkan hasil sadapan yang memperdengarkan suara yang diduga suara Setya Novanto. Berikut ini transkripnya:
(Backsound rekaman: Itu lawannya Andi, Andi juga. PNRI dia juga, itu dia juga, (suara tidak jelas) (tertawa). Waduh gua bilangin kali ini jangan sampe kebobolan, nama gua dipake ke sana-sini (suara tidak jelas) (tertawa) ongkosnya gua entar lebih mahal lagi. Giliran gua dikejar ama KPK, ongkos gua dua puluh milyar)
Kalau gue dikejar ama KPK, ongkos gue dua puluh milyar
Terkait pernyataan itu, jaksa pun menanyakan kepada Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang juga ikut dalam pertemuan tersebut. Namun Andi mengaku tidak terlalu paham maksud Novanto.
“Kalau yang dibicarakan hal yang benar, tentu kan tidak perlu diantisipasi, ‘nanti kalau dikejar KPK 20 miliar’. Ini kan kejahatan baru lagi, sudah merencanakan ‘nanti kalau dikejar KPK mau diamankan Rp 20 miliar’, begitu kira-kira?” tanya jaksa lagi.
“Saya tidak bisa menerjemahkan,” jawab Andi.
Namun, sejurus kemudian, Andi menganggap kemungkinan ucapan Novanto itu berkaitan dengan ongkos pengacara. “Iya, mungkin bayar pengacara berapa, mahal, sampai ke kasus hukum,” jawab Andi lagi.
“Benar itu (ongkos pengacara)?” tanya jaksa.
“Mungkin, pemikiran saya seperti itu,” jawab Andi.
“Kalau di korupsi, permufakatan korupsi delik sendiri,” kata jaksa kemudian.
Novanto Mengaku Tak Tahu tentang Agung ‘Kuning Bener’ Auditor BPK
Selain itu, jaksa KPK memutar sadapan lainnya yang menyebutkan kode ‘kuning bener’ serta seseorang bernama Agung. Mantan Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo–yang juga dihadirkan dalam persidangan itu–mengaku tahu dari Andi bahwa Agung adalah auditor BPK.
“Itu saya dengar cerita dari Andi,” tutur Anang saat itu.
Berikut ini penggalan transkripnya:
Marliem: Ya kalau memang bisa langsung dipadamkan ya udah, artinya sudah diperiksa dan memang…dan itu kan mereka harus nunggu bpk bro! Ada kerugian negara atau enggak? Itu kan begitu kan?
Anang: iya iya…ya tapi BPK-nya kan masih mundur nih hasilnya
Anang: Tapi kebenaran yang ngegantiin si Agung namanya, kuning bener
Marliem: Oh kuning bener. Oh iya iya baguslah
Anang: Kuning bener…yang…yang…yang masukin si…dulu si itu
Marliem: Si SN?
Anang: Iya SN
Namun Novanto mengaku tidak tahu maksud pembicaraan dalam sadapan itu. Novanto pun membantah apabila Agung dikatakan sebagai ‘orang dari Partai Golkar’ yang dimasukkannya ke BPK.
“Saya nggak tahu maksudnya. Masak, kan semua independen, masak (Agung) orang Golkar,” ujar Novanto.
Berkaitan dengan itu, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah sebelumnya telah memberikan tanggapan. Menurut Febri, fakta-fakta yang muncul di persidangan itu membuktikan adanya berbagai cara serta ‘biaya’ untuk mengamankan proyek e-KTP.
“Beberapa fakta sidang yang muncul di persidangan kemarin diharapkan semakin membuktikan bahwa ada berbagai cara dan ‘biaya’ untuk mengamankan proyek KTP elektronik tersebut. Dalam sidang ini dan penanganan kasus e-KTP selanjutnya, persekongkolan-persekongkolan sejumlah pihak di berbagai institusi negara saat itu akan terus didalami. Biaya mengamankan diri dari KPK misalnya, atau kode ‘kuning’ terkait audit e-KTP,” kata Febri.
Baca Juga : Jaksa Anggap Tak Ada Bukti Baru, Kuasa Hukum Ahok Bungkam