detik.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut revisi Undang-Undang MD3 mengandung beberapa pasal yang dianggap melanggar konstitusi. KPK mendorong masyarakat melakukan judicial review (JR) atas revisi UU MD3 yang disahkan itu.
“Ini kan sudah disepakati, karena itu tugas masyarakat kalau mau me-review kembali,” ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/2/2018).
Pasal di UU MD3 yang dianggap KPK bertentangan dengan konstitusi ialah Pasal 245, yang mengatur izin pemanggilan anggota DPR yang terjerat hukum. Pasal itu tegas menyebut anggota DPR yang akan dipanggil penegak hukum mesti mendapat izin presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Untuk diketahui, pasal tersebut sebelumnya telah dibatalkan MK. Alasan inilah yang membuat Laode menganggap Pasal 245 UU MD3 inkonstitusional.
“Itu menurut saya, UU MD3 itu bertentangan dengan keputusan MK sebelumnya. Kalau sudah yang pernah dibatalkan dianggap bertentangan dengan konstitusi dan dibuat lagi, ya secara otomatis kita menganggapnya itu bertentangan dengan konstitusi dong,” kata Syarif.
Syarif menyebut DPR tak mempertimbangkan prinsip hukum, yakni semua orang sama di mata hukum. KPK membandingkan DPR dan presiden dalam hal penegakan hukum.
“Pertama, kalau saya bandingkan, itu melanggar prinsip umum hukum, equality before the law, itu semua dunia itu tidak boleh ada keistimewaan. Saya, Pak Agus (Ketua KPK Agus Rahardjo), Bu Basaria (Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan), nggak perlu izin siapa kalau mau dipanggil oleh kepolisian,” ucapnya.
“Presiden pun tidak membentengi dirinya dengan imunitas seperti itu. Makanya saya juga kaget,” tegas Syarif.
Baca Juga : Dahnil Anzar: Penyerangan Rumah Ibadah Ancam Toleransi