JAKARTA, KOMPAS.com – Kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia Yusril Ihza Mahendra mengatakan, buku rujukan yang digunakan HTI tidak pernah diberedel oleh pemerintah.
Dalam sidang gugatan HTI terhadap Kementerian Hukum dan HAM, buku rujukan itu dijadikan bukti oleh pemerintah sebagai tergugat dalam sidang di PTUN. Pemerintah menyatakan buku itu menjadi bukti untuk membubarkan HTI.
Menurut Yusril, buku-buku tersebut tidak dapat dijadikan bukti bahwa HTI merupakan organisasi yang bertentangan dengan Pancasila.
Namun, pandangan tersebut dipandang keliru, bahkan menyesatkan oleh kuasa hukum Kementerian Hukum dan HAM sebagai tergugat, Teguh Samodra.
“Itu pandangan yang keliru dan menyesatkan. Karena apa, bukan persoalan buku itu diberedel atau tidak. Buku itu adalah sumber ideologi, ajaran yang didakwahkan, disosialisasikan HTI dan ujungnya memberlakukan khilafah di Indonesia,” ujar Teguh saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/2/2018).
“Buku-buku itu menjadi acuan pola pikir mereka untuk bisa meraih kekuasaan dan kemudian menerapkan khilafah. Bukan masalah buku itu diberedel atau tidak,” kata dia.
Berdasarkan sidang lanjutan yang digelar Kamis pagi hingga malam hari, sejumlah saksi fakta yang dihadirkan HTI mengakui bahwa buku-buku yang mengajarkan khilafah tersebut adalah terbitan mereka sendiri dan hal itu disetujui oleh kepengurusan HTI.
Selain itu, para saksi itu juga mengakui bukti rekaman video pernyataan sejumlah pimpinan HTI yang berisi ajakan untuk menegakkan syariat Islam sekaligus mendirikan khilafah di Indonesia.
“Jadi intinya mereka itu sebenarnya mengakui dakwah adalah metode agar tujuan HTI tercapai, golnya adalah khilafah berlaku, syariat Islam berlaku. Bahkan, bukan hanya di Indonesia saja, melainkan di negara-negara yang mempunyai penduduk Islam,” ujar Teguh.
Bagi pihak tegugat, hal-hal tersebut sudah cukup membuktikan kepada majelis hakim bahwa pencabutan status badan hukum HTI sudah tepat. Ia yakin majelis hakim menolak gugatan HTI.
PTUN pada Kamis pagi ini menggelar sidang lanjutan gugatan HTI atas langkah pemerintah yang mencabut status badan hukumnya. Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan dua saksi fakta yang dihadirkan oleh HTI sebagai penggugat, yakni Ketua DPP HTI Farid Wajni dan anggota HTI Abdul Fanani.
Saksi ditanya kuasa hukum penggugat dan tergugat bergantian. Materi pertanyaan yang dilontarkan kuasa hukum penggugat, antara lain soal bentuk dakwah HTI, konsep khilafah yang diusung HTI dan soal apakah tujuan HTI membubarkan NKRI atau tidak.
Sementara itu, materi pertanyaan kuasa hukum tergugat, antara lain pemahaman saksi terhadap materi gugatan dan seluk beluk organisasi HTI.
Baca Juga : Bambang Soesatyo: DPR tak Campuri Pembentukan Dewas KPK