METROTVNEWS.COM, Jakarta: Komisi Yudisial (KY) merekomendasikan 58 hakim dijatuhkan sanksi karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH). Sebanyak 39 hakim terlapor direkomendasikan dijatuhi sanksi ringan (67,24%), 14 hakim sanksi sedang (24,134%), dan lima hakim sanksi berat (8,62%).
Juru bicara KY Farid Wajdi menuturkan rekomendasi sanksi ini adalah hasil pemeriksaan melalui proses sidang pleno dengan putusan 36 berkas dinyatakan terbukti melanggar KEPPH. Sementara itu, 165 laporan tidak terbukti melanggar KEPPH.
Menurut dia, dari 58 hakim yang direkomendasikan dijatuhi sanksi, jenis pelanggaran terbanyak disebabkan kesalahan ketik dengan 20 hakim terlapor (34,48%). Selanjutnya, 19 hakim terlapor (32,76%) dianggap bersikap tidak profesional.
Sebanyak 9 hakim terlapor (15,52%) dianggap bersikap tidak adil atau imparsial. Kasus perselingkuhan menjerat 7 hakim terlapor (12,07%). Satu hakum (1,72%) terlapor tidak menjaga martabat, dan 1 hakim (1,72%) terlapor terjerat narkoba,
“Rangkap jabatan karena hakim terlapor tersebut menjadi hakim mediator sekaligus ketua majelis untuk perkara yang sama, dilakukan oleh 1 hakim terlapor (1,72%),” kata Farid dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 16 Januari 2018.
Provinsi dengan hakim terlapor yang terbanyak direkomendasikan dijatuhi sanksi adalah Jawa Timur dengan 13 hakim terlapor (22,41%). Kemudian, sebanyak 8 hakim terlapor (13,79%) berasal dari Jawa Barat dan disusul 6 hakim terlapor (10,34%) dari Sumatera Utara.
Sebanyak 4 hakim terlapor (6,90%) dari DKI Jakarta, 4 hakim terlapor (6,90%) dari Bali. Lalu, 4 hakim terlapor (6,90%) dari Kalimantan Barat, 3 hakim terlapor (5,17%) dari Aceh, 3 hakim terlapor (5,17%) dari Riau.
Tiga hakim terlapor (5,17%) dari Jawa Tengah, 2 hakim terlapor (3,45%) dari Jambi, dan 2 hakim terlapor (3,45%) dari Sulawesi Selatan. Sementara itu, masing-masing provinsi dengan 1 hakim terlapor (1,72%) berasal dari Sumatera Barat, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Lampung, dan Kalimantan Selatan.
KY mencatat urutan daerah terbanyak menyampaikan laporan dugaan pelanggaran tidak selalu sama dengan urutan daerah yang terbanyak direkomendasikan sanksi. DKI Jakarta, contoh Farid, selalu menempati urutan pertama wilayah dengan laporan terbanyak, tetapi justru ada di urutan keempat wilayah dengan hakim direkomendasi dikenakan sanksi.
“Sementara Jawa Timur ada di urutan kedua yang terbanyak menyampaikan laporan dugaan pelanggaran KEPPH ke KY, tetapi ada di urutan teratas untuk wilayah yang terbanyak direkomendasikan sanksi,” jelas dia.
Dari 58 hakim terlapor yang diusulkan untuk direkomendasikan dijatuhi sanksi, KY telah menyampaikan surat rekomendasi sanksi ke Mahkamah Agung (MA) terhadap 42 hakim terlapor. Sementara itu, 16 hakim terlapor lainnya masih dalam proses pengurusan administrasi di KY.
MA, kata dia, sudah menjawab rekomendasi sanksi KY. Terhadap 9 hakim terlapor, MA menjawab rekomendasi dapat ditindaklanjuti. Sementara itu, terhadap 33 hakim terlapor, MA menjawab rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti.
MA beralasan rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti karena ada urusan teknis yudisial kepada 7 hakim terlapor. KY dianggap seharusnya mengusulkan pemeriksaan bersama kepada MA kepada 7 hakim.
KY juga disebut tidak dapat menyatakan benar atau salahnya pertimbangan dan substansi putusan terhadap 6 hakim. Teknis yudisial dibicarakan oleh Tim Penghubung MA dan KY terkait 4 hakim terlapor. “Terakhir, MA belum merespon atau menjawab terhadap 9 hakim terlapor,” jelas Farid.
Farid pun mencermati ada ketidakkonsistenan MA dalam merespon usulan sanksi KY untuk tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan teknis yudisial. Respons itu menunjukkan MA seperti tidak memiliki standar kualifikasi yang pasti dan jelas untuk menjawab usulan sanksi dari KY.
“Polemik ranah perilaku vs teknis yudisial atas usulan penjatuhan sanksi dari KY justru merugikan pencari keadilan, dan penegakan hukum serta mendelegitimasi perwujudan semangat peradilan bersih dan bermartabat. Tidak boleh ada kebijakan sekecil apapun baik dari KY maupun MA, seolah memberi ruang kepada siapapun untuk menggunakan ‘teknis yudisial’ sebagai cara menghindar dari sanksi etika,” jelas dia.
Baca Juga : Pengacara Jonru Ajukan Keberatan Dakwaan Jaksa