Hukumonline.com – Belum lama ini, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan MA (Perma) No. 9 Tahun 2017 tentang Format (Template) dan Pedoman Penulisan Putusan atau Penetapan MA yang diteken Ketua MA M. Hatta Ali pada 29 Desember 2017. Salah satu pertimbangan terbitnya Perma ini adalah putusan MK No. 103/PUU/XIV/2016 terkait pengujian Pasal 197 ayat (1) KUHAP mengenai format putusan pemidanaan tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali (PK)
Juru Bicara MA Suhadi mengatakan terbitnya Perma format putusan MA selain didasarkan pada putusan MK, juga lantaran selama ini banyaknya jumlah halaman pada putusan kasasi dan peninjauan kembali (PK) di MA yang jumlah ratusan, hingga ribuan halaman. Hal ini yang menyebabkan lamanya proses minutasi perkara termasuk lambannya penyerahan salinan putusan MA kepada para pihak.
“Putusan MK hanya untuk perkara pidana saja, tetapi format (template) penulisan putusan MA ini meliputi juga putusan perkara perdata, militer, TUN, Jinayat sesuai aturan yang ada dan agar lebih sederhana,” ujar Suhadi kepada Hukumonline, Senin (8/1/2018). Baca Juga: MK Ubah Sistematika Putusan Pemidanaan Banding, Kasasi, PK Lebih Sederhana
Suhadi menerangkan intinya Perma format putusan MA itu berisi standar yang terinci mengenai format putusan kasasi dan peninjauan kembali, baik perkara, pidana, perdata, TUN, militer dan jinayat. Misalnya, jenis putusan perkara perdata yang ditolak dan dikabulkan dan putusan pidana yang dibebaskan hingga terbukti bersalah yang format disusun secara rinci dalam Perma ini.
“Jumlah halaman perkara pidana, misalnya, tergantung materi perkara yang bersangkutan. Sebab, materi perkara pidana akan berbeda-beda. Namun, mengenai barang-barang bukti yang bisa beribu-ribu jenis yang dibuat oleh penuntut umum itu akan lebih singkat dan kemudian memori kasasinya akan terlampir saja,” kata dia.
Dia berharap terbitnya Perma ini akan lebih mempercepat proses penyelesaian minutasi putusan, penyerahan salinan putusan lebih cepat kepada para pihak, dan putusan yang diperoleh masyarakat lebih akurat. “Selama ini semakin banyaknya jumlah halaman putusan kemungkinan ada banyak kesalahan ketik dan kesalahan penulisan. Format putusan ini lebih sederhana, penyelesaian lebih cepat, tetapi posisi hukumnya tidak berubah,” katanya.
Dalam bagian menimbang Perma ini disebutkan format putusan pidana militer telah diatur dalam Pasal 194 ayat (1) UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer; putusan pengajuan perkara jinayah memiliki format yang sama dengan Pasal 197 ayat (1) KUHAP; putusan perkara perdata mengacu pada Pasal 183 HIR atau 194 RBg dan 184 HIR atau 195 RBg; putusan PTUN telah diatur Pasal 109 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Selain itu, berdasarkan format putusan pidana, pidana militer, perdata, perdata agama, tata usaha negara dan jinayah pada MA yang berlaku saat ini tidak sesuai lagi, sehingga mengakibatkan lamanya proses penyelesaian perkara. “Aturan itu hanya mengatur putusan pengadilan tingkat pertama, sedangkan untuk putusan perdata, perdata agama dan tata usaha negara pada MA tidak diatur secara tegas,” demikian bunyi bagian menimbang Perma Format Putusan MA itu.
Bagian terpenting Perma ini diatur Pasal 2 Perma No. 9 Tahun 2017 terkait jenis format (template) putusan atau penetapan MA yang bentuknya terlampir dalam Perma. Yakni, format putusan kasasi; format peninjauan kembali; format putusan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU; format putusan sengketa kewenangan mengadili; format penetapan; dan format putusan lain atas dasar kewenangan yang diberikan oleh UU.
Terpisah, Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Arsil, yang menjadi tim perumus penyusunan Perma ini, menilai format putusan kasasi dan PK selama ini tidak efisien karena banyak bagian-bagian yang sifatnya hanya pengulangan saja di putusan tingkat pertama dan banding. Sebab, selama ini putusan MA sangat tebal, tetapi pendapat MA hanya sedikit.
“Format penyusunan penulisan putusan MA untuk perkara perdata, TUN dan agama dibuat menjadi satu kelompok. Sementara, putusan pidana, pidana militer, satu kelompok lain,” ujar Arsil saat dihubungi Hukumonline. (Baca Juga: MA Perketat Pengawasan Proses Minutasi Putusan)
Dia mencontohkan dalam putusan perkara perdata, materi gugatan tidak perlu ditulis lagi, cukup petitumnya saja yang ditulis dalam putusan kasasi dan PK. “Putusan perkara perdata tingkat pertama dan banding dan alasan kasasi hanya disebutkan intinya, karena selama ini dimasukan semua dalam putusan kasasi dan banding,” kata Kepala Divisi Kajian Hukum dan Kebijakan Peradilan LeIP ini.
Untuk perkara pidana, lanjutnya, cukup ditulis bentuk perkara atau bentuk dakwaanya. Misalnya, dakwaan primernya apa dan dakwaan subsidernya apa. “Biasanya dakwaan dalam perkara pidana bisa lima puluh halaman, tetapi dengan Perma ini kurang lebih satu halaman saja. Kemudian, tuntutan jaksanya atau pembelaan terdakwa tetap ada. Dan dalam pidana, alasan kasasi hanya disebutkan bahwa berkas terlampir dan telah dibaca,” tuturnya.
Mengenai amar putusannya, dia menjelaskan tidak ada yang berubah, tetap dimasukan dalam putusan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding. Hanya saja, di tingkat kasasi dan PK akan berubah dan lebih ringkas.
“Format ini bisa mengurangi banyaknya halaman dalam putusan MA. Nantinya rata-rata hanya sekitar 5 sampai 6 halaman saja. Yang paling banyak atau menonjol jumlah halaman dalam putusan hanya bagian pertimbangan hakim dalam perkara perdata. Semakin banyak pertimbangan hakim akan semakin banyak jumlah halamannya,” kata dia menerangkan.
Menurutnya, terbitnya Perma ini proses penyelesaian minutasi putusan MA hingga dikirim ke pengadilan negeri pengaju lebih cepat. “Masyarakat dapat lebih cepat memperoleh putusan kasasi dan PK setelah adanya Perma ini. Waktu sengketa dapat lebih cepat, dieksekusi lebih cepat karena format putusannya pun lebih efisien.” (Baca Juga: Pangkas Putusan untuk Tutup Celah Manajemen Perkara MA Oleh: Dio Ashar Wicaksana *)
“Jadi jarak waktu memutus hingga sampai ke para pihak dapat dipersingkat. Nanti, apabila dalam praktek proses perolehan putusan masih memakan waktu yang lambat, akan terlihat disana apa kekurangannya atau pegawainya yang memperlama?”