Penghayat kepercayaan dipastikan akan masuk dalam kolom administrasi kependudukan (adminduk), yakni kartu keluarga (KK) dan kartu tanda penduduk (KTP).
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan gugatan uji materi (judicial review ) atas Pasal 61 ayat 1 dan 2 serta Pasal 64 ayat 1 dan 5 Undang-undang (UU) tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) yang diajukan oleh sejumlah penghayat kepercayaan.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Arief Hidayat di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11).
Baca juga: Jumlah Hakim di Lingkungan Mahkamah Agung Belum Ideal
Dalam putusannya, MK menyatakan kata agama dalam Pasal 61 ayat 1 dan 64 ayat 1 UU 24/2013 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk kepercayaan.
Begitu juga Pasal 61 ayat 2 dan Pasal 64 ayat 5 yang menurut mahkamah tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” tambah Arief.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah berpendapat kedua pasal memperlakukan warga negara secara berbeda. Hal ini bertentangan dengan Pasal 27 dan 28 UUD 1945 terkait kedudukan masyarakat di depan hukum.
“Seperti Pasal 61 ayat 1 dan 2 melalui kata atau istilah agama jika dihubungkan dengan Pasal 64 ayat 5 bertentangan dengan prinsip gagasan negara hukum,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Pasal-pasal tersebut dinilai juga pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian hingga penafsiran yang berbeda. Bahkan sampai pada ketidakkonsistenan dengan norma lain yang ada dalam UU.
“Hal ini menimbulkan akibat warga negara kesulitan memperoleh KK (kartu keluarga-red) maupun KTP-el (KTP elektronik),” tambah Saldi.
Sumber: sindonews