Ada pelajaran berharga yang diberikan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menyikapi pernyataan Prof Denny Indrayana sebelum putusan atas uji materi Pasal 168 ayat (2) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur sistem pemilu proporsional terbuka. Kendati di mata MK pernyataan Denny menciderai institusi, sebagai the guardian of constitution sembilan hakim MK menunjukan sikap kenegarawanannya dengan menempuh jalan melaporkan etik ke organisasi advokat tempat Denny bernaung.
“MK memperlihatkan kepada kita semua bahwa MK ini menghormati betul kepada organisasi profesi,” ujar Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Tjoetjoe Sandjaja Hernanto saat berbincang dengan Hukumonline, Jumat (16/6/2023).
Sebagai orang nomor satu di KAI, Tjoetjoe mengapresiasi betul dan penghormatan setinggi-tingginya kepada sembilan hakim konstitusi maupun secara kelembagaan. Dia berpandangan MK memberikan contoh baik terhadap lembaga ataupun instansi negara maupun penegak hukum. Sebab terhadap kasus yang terkait dengan profesi semestinya diadukan ke organisasi profesi, bukan malah sekonyong-konyong diboyong ke ranah pidana.
“Itu kita harus belajar banyak dari MK. Bahkan Kepolisian, Kejaksaan, KPK itu seharusnya sama melakukan hal yang sama seperti MK,” imbuhnya.
Baginya, bila terdapat advokat yang diduga melakukan pelanggaran etik atau melakukan dugaan pidana terlebih dahulu dilaporkan ke organisasi profesi advokat. Menurutnya organisasi profesi tempat orang yang ditengarai melakukan pelanggaran etik atau pidana diproses lebih dulu di organisasi.
Langkah MK tersebut bagi Tjoetjoe menunjukan sikap kenegarawanan sembilan hakim konstitusi melihat kasus tersebut secara objektif. Selain itu, sikap kenegarawanan sembilan hakim konstitusi sebagai bentuk penghormatan antar sesama penegak hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No.18 Tahun 2023 tentang Advokat. Pasal 5 ayat (1) menyebutkan, “Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan”.
“Itu buat saya pelajaran berharga, bukan buat masyarakat saja tapi terutama penegak hukum. Khususnya advokat yang diduga melakukan pelanggaran pelanggaran etik, atau pelanggaran apapun seharusnya diadukannya ke organsiasi profesi dulu. Kita salut betul dan membuat saya semakin respek terhadap MK,” katanya.
Terpisah, Guru Besar Ilmu Hukum Islam Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Prof Abdul Halim, menilai MK telah melakukan tindakan yang tepat dengan melaporkan Denny Indrayana ke induk organisasi advokat yang mewadahinya sebagai advokat.
“Ini tindakan bijak,” ujarnya.
Menurutnya apa yang dialami Denny Indrayana menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar bertanggungjawab terhadap semua tindakan dan prilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Termasuk dalam menjalankan apapun pekerjaanya, apalagi advokat sebagai profesi mulia, officium nobile.
Dia menilai langkah selanjutnya menjadi tugas dan tanggungjawab dewan kehormatan advokat organisasi profesi tempat Denny bernaung. Dia menilai langkah MK yang bakal melaporkan secara etik Denny Indrayana ke KAI sudahlah tepat. Sebab nantinya majelis etik bentukan dewan kehormatan advokat KAI yang bakal menilai ada tidaknya bagian pelanggaran etik profesi.
“Biarkan organisasi advokat yang menilainya,” ujarnya.
Tapi begitu, mantan Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta ini menilai menjadi berlebihan mengadukan Denny Indrayana ke organisasi advokat di Australia tempatnya mendapat lisensi berpraktik beracana di negeri kanguru itu. Sebaliknya langkah tersebut malah merusak nama baik MK dan terkesan kurang elegan.
“Kalau ini dilakukan MK terkesan emosional,” pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua MK Prof Saldi Isra menegaskan intitusi negara tempatnya bernaung mengambil tiga langkah menyikapi pernyataan Denny. Pertama, berdasarkan hasil rapat sembilan hakim konstitusi, MK bakal melaporkan Denny ke organisasi advokat tempatnya bernaung. Diketahui, Denny Indrayana selain menjadi akademisi, juga berprofesi sebagai advokat dengan bernaung di Kongres Advokat Indonesia (KAI).
“Jadi itu sedang disiapkan laporan. Biar organisasi advokat yang menilai apakah yang dilakukan Denny Indrayana melanggar etik advokat atau tidak,” ujarnya.
Kedua, MK sedang menimbang untuk menempuh sikap dengan bersurat ke organisasi advokat di Australia. Pasalnya Denny pun beracara di negeri kanguru itu. Tapi lagi-lagi MK menyerahkan ke organisasi advokat tempat Denny bernaung untuk menilai perbuatannya masuk tidaknya dalam pelanggaran etik.
Ketiga, sembilan hakim MK sempat diskusi membahas perlu tidaknya melaporkan ke penegak hukum. Tapi sembilan hakim konstitusi memilih sikap tidak mengambil melangkah jalur hukum. Namun, MK menyerahkan sepenuhnya ke pihak kepolisian untuk bekerja lantaran sudah adanya laporan masyarakat terhadap Denny Indrayana akibat pernyataanya.
“Jadi kalau suatu waktu kami MK diperlukan, akan bersikap kooperatif. Kalau dianggap serius laporan polisi itu dan ditangani dengan prinsip-prinsip penegakan hukum yang objektif,” ujarnya.
Sementara menanggapi laporan MK ke organisasi tempatnya bernaung, Denny mempersilkan. Dia menyerahkan sepenuhnya terhadap KAI dalam menilai langkahnya dalam mengawal putusan MK terkait uji materi Pasal 168 ayat (2) UU 7/2017. “Apakah ini kalau dilaporkan ke organisasi advokat saya ke Kongres Advokat Indonesia, nanti biar direspon organisasi,” ujarnya. HUKUMONLINE