Presiden Kongres Advokat Indonesia Adv. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto punya concern khusus pada kualitas advokat yang bernaung di bawah organisasinya sejak awal memimpin DPP KAI.
Tjoetjoe menjelaskan bahwa organisasi advokat harus memiliki standar kualitas bagi advokatnya, tidak hanya KAI. Sehingga pada awal-awal masa kepemimpinan, Tjoetjoe bersama jajaran pimpinan membuat standar kompetensi profesi bagi advokat KAI, dan mengurus registrasi standar sertifikasi profesi advokat ke Kementerian Tenaga Kerja & juga registrasi di BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi).
Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat pasal 28 ayat 1 yang berbunyi, “Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat.”
“Hampir semua profesi saat ini punya standarisasi sebagai tolak ukur kualitas, masa advokat tidak punya,” tukas Tjoetjoe saat ngobrol bareng Rudi Kabunang, Ketua KAI DPD DKI Jakarta, (23/7).
Sehingga saat ini Tjoetjoe berani klaim bahwa KAI merupakan organisasi advokat pertama dan satu-satunya saat ini yang memiliki legalitas standar kompetensi advokat di Indonesia. “Sampai sejauh ini sepertinya hanya kita, dan yang pertama punya standarisasi bidang advokat bagi anggotanya,” tutur Rudi Kabunang menegaskan pernyataan Presiden KAI itu.
Standarisasi diperlukan karena banyaknya bidang keahlian para advokat yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, sehingga diperlukan sebuah satuan nilai khusus untuk mengukur kualitas seorang advokat. Tjoetjoe mencontohkan, seorang curator dengan ahli kekayaan intelektual tentu tidak bisa diukur keunggulannya karena berbeda standar.
“Kita juga tidak bisa menilai seorang advokat itu berkualitas jika belum pernah memenuhi nilai-nilai standar yang telah disepakati bersama,” urai Tjoetjoe kepada Sekum Adv. Ibrahim yang saat itu turut hadir berbincang bersama.
![](https://www.kai.or.id/wp-content/uploads/2021/07/Registrasi-standar-khusus-bidang-advokat-1.jpeg)
![](https://www.kai.or.id/wp-content/uploads/2021/07/registrasi-standar-khusus-bidang-advokat-2-752x1024.jpeg)
![](https://www.kai.or.id/wp-content/uploads/2021/07/registrasi-standar-khusus-bidang-advokat-3.jpeg)
Anggapan Jadi Advokat Gampang
Saat ini banyak anggapan bahwa jadi advokat itu gampang, menurut Tjoetjoe hal ini tidak sepenuhnya benar. “Jadi advokat gampang? Tidak gampang, kelihatannya saja yang gampang, hal ini karena semakin hari semakin banyak orang yang jadi advokat, sehingga seolah-olah terkesan gampang, padahal tidak,” tukas Tjoetjoe.
Namun pada kenyataannya, pertambahan jumlah advokat di Indonesia belum mampu melayani akses keadilan yang harus didapatkan oleh masyarakat. Sebagai contoh Tjoetjoe menjelaskan di Amerika satu orang advokat melayani empat ratus rakyat di sana, sementara di Indonesia satu advokat melayani lebih dari lima puluh ribu masyarakat, bahkan mungkin lebih.
“Jadi perbandingan akses keadilan, akses hukum bagi masyarakat yang bisa dicover oleh advokat itu masih jauh dari angka ideal,” tegas Tjoetjoe. Karenanya, dengan berbagai program organisasi, KAI membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi rekan-rekan sejawat yang ingin berkarir di dunia advokat untuk terjun ke dunia advokat, supaya perbandingan rakyat dengan jumlah advokat semakin lama semakin kecil, sehingga akses keadilan kepada masyarakat lebih merata.