Hukumonline.com – Kongres Advokat Indonesia (KAI) versi Tjotjoe S Hernanto meminta DPR melanjutkan pembahasan Revisi Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang sempat terhenti pembahasannya oleh DPR periode 2009-2014. Harapan itu disampaikan Tjojoe dalam rapat dengan pendapat umum dengan Komisi III di Gedung DPR, Selasa (11/11).
“Kami memohon DPR membahas kembali RUU Advokat agar dapat menyelesaikan sejumlah persoalan advokat,” ujarnya.
RUU Advokat memang sempat dibahas di penghujung masa bakti anggota DPR periode 2009-2014. Keterbatasan waktu ditambah dengan banyaknya persoalan substansi yang belum sempat dibahas mengharuskan pembahasan RUU Advokat terhenti.
Menurutnya, dengan dibahasnya RUU Advokat pada kali ini bisa memberikan harapan terhadap ribuan advokat yang tak dapat beracara di pengadilan. Selain itu, RUU Advokat dinilai menjadi jembatan atas kekisruhan di dunia advokat selama ini. “Jadi, satu-satunya cara pembahasan RUU Advokat dilanjutkan. Mudah-mudahan persoalan advokat ini segera diselesaikan dan tidak ada permusuhan,” ujarnya.
Tjotjoe yang menjabat Presiden KAI itu berpandangan, organisasi advokat bersifat heterogen. Maka dari itu, idealnya organisasi advokat lebih dari satu. Ia menyarankan agar dalam RUU Advokat nantinya memuat organisasi advokat yang bersifat multibar. Selain itu, permasalahan sumpah advokat tidak lagi dilakukan di depan Mahkamah Agung, tetapi cukup dilakukan di depan pimpinan organisasi advokat.
Saran Tjotjoe lainnya, RUU Advokat memuat aturan transaksi antara klien dengan advokat dilakukan secara non tunai. Hal itu dilakukan agar dapat menghindari terjadinya suap menyuap dan dalam rangka penegakan hukum ke depan. Selain itu, Dewan Advokat Nasional (DAN) tidak dibiayai oleh negera. Menurutnya, anggota DAN tidak terdapat unsur pemerintah, tetapi murni unsur advokat. Setidaknya, anggota DAN merupakan pimpinan organisasi advokat.
Sekretaris Jenderal KAI, Aprilia Supaliyanto menambahkan persoalan advokat berdampak pada banyaknya anggota KAI tak dapat beracara di pengadilan. Hal itu juga berdampak pada hak konstitusi advokat. Dia menilai Mahkamah Agung tidak taat hukum.
Pasalnya, Mahkamah Konstitusi telah menerbitkan putusan atas uji materi Pasal 4. Mahkamah Agung melalui pengadilan tinggi semestinya melakukan penyumpahan secara terbuka terhadap advokat. Namun kata Aprilia, pihak Mahkamah Agung tak menjalankan putusan MK No. 101 Tahun 2009.
Ia meminta kepada Komisi III agar bersikap serius atas persoalan tersebut. Ia menilai dampak dari advokat tak dapat beracara adalah tak dapat memberikan nafkah kepada keluarga. Ia berpandangan, dengan dilanjutkannya pembahasan RUU Advokat, setidaknya dengan RUU yang sudah pernah dibahas, dapat membangun tatanan kehidupan dunia advokat yang lebih baik.
“Kami concern dengan RUU Advokat yang sudah dibahas, dan kami mohon agar bisa diteruskan dan dapat disahkan menjadi UU,” ujarnya.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto memahami dinamika di dunia advokat. Menurutnya, publik sudah mengetahui polemik yang terjadi antar organisasi advokat. Semestinya, advokat sebagai bagian dalam penegakan hukum mendapatkan kepastian hukum. Ia pun berjanji akan berupaya mencari jalan agar dunia advokat tidak ginjang-ganjing, sekalipun dengan RUU Advokat sebagai jalan keluar atas polemik yang terjadi.
Anggota Komisi III lainnya, Daeng Muhammad menambahkan solusi atas terjadinya perpecahan di dunia advokat dengan mengubah UU Advokat. Ia berpandangan UU No.18 Tahun 2003 sejauh ini sudah tidak relevan. Pasalnya, tak dapat mengakomodir kepentingan advokat secara keluruhan.
Ia menilai, advokat dari KAI tak dapat melaksanakan persidangan di pengadilan. “Kalau dasar UU nya menggunakan UU Advokat sekarang ini sulit. Kita akan menggendakan untuk bahas ini, kita punya fungsi membuat UU untuk bisa mengakomodir, ini akan jadi catatan kita,” ujar politisi PAN itu.
Di ujung RDPU, Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin berpandangan persoalan KAI akan disampaikan dalam rapat Panja maupun Pansus berkaitan dengan usulan melanjutkan RUU Advokat. Ia mengatakan keputusan dilanjutkan tidaknya tergantung dalam rapat paripurna.
“Kalau soal RUU Advokat nanti kami sampaikan dalam Panja atau Pansus,” pungkasnya. sumber