Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI)Tjoetjoe Sandjaja Hernanto merasa saat ini serasa hidup di Suriah. Hal ini diutarakan saat menjadi nara sumber pada diskusi dengan tema ” Menuju Pilpres 2019 yang Aman, Beretika, dan Bermoral, No Hate Speech, No Hoax & No Money Politics”. Kegiatan tersebut diselenggarakan Ormas Kebangkitan Jawara dan Pengacara (Bang Japar) bersama Mabes Polri di Rumah Makan Raden Bahari, Jalan Warung Jati Barat No. 135 RT 10/02, Pancoran Jakarta Selatan, pada Sabtu (9/6/2018) turut dihadiri Praktisi Hukum H. Aldwin Rahadian dan Direktur Binmas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Sambodo Purnomo Yogo, SIK.,MTCP.
“Tidak ada hari tanpa pertempuran, bedanya pertempuran kita menjelang pilkada dan pilpres adalah pertempuran didunia maya. Informasi sangat mempengaruhi tata kehidupan masyarakat kita. Konten-konten yang memuat ujaran kebencian memiliki daya rusak yg jauh melebihi daya rusaknya perang konvensional. Penyebaran hoax, hate speech dan political bullying selalu dilakukan menggunakan sarana media berita maupun media sosial.” Ujar Tjoetjoe.
Lanjutnya menuturkan, political bullying selalu dilakukan oleh kelompok dan orang2 tertentu yang sangat mudah diidentifikasi. Namun sangat disayangkan kepolisian, bawaslu dan kominfo cenderung mendiamkan hal ini terjadi. Akibatnya hoax, hate speech dan political bullying semakin menjadi jadi dan merajalela.
“Hoax, hate speech dan political bullying ini biasanya terjadi akibat seseorang atau kelompok tertentu terlalu bernafsu utk mengejar kekuasaan. Sehingga mereka mengabaikan etika dan kesantunan dlm berpolitik dan berdemokrasi,” terangnya.
Lebih lanjut Ia menambahkan, “Saya melihat pilkada dan pilpres saat ini bukan lagi sbg ajang pesta demokrasi rakyat melainkan sbg pesta kebencian dan intimidasi yg mengandung SARA. Saya menyambut baik kerjasama antara Kominfo, KPU dan Bawaslu dlm menghadapi hate speech dan political bullying yg saat ini marak terjadi di masyarakat,”
Ia pun memberikan solus mengatasi hoax, hate speech dan political bullying. Pertama, Polisi cyber harus secara aktif melakukan patroli dan mengidentifikasi para pelakunya berikut motifnya serta segera memberikan peringatan dini. Kedua, Kominfo juga harus secara tegas memberikan peringatan kepada pihak-pihak yang menyebarkan berita-berita dan konten-konten yang mengandung unsur kebencian dan permusuhan ditengah2 masyarakat.
Ketiga, organisasi jurnalistik dan wartawan melakukan upaya sosialisasi kepada anggotanya utk tdk memberitakan setiap berita yg kontennya berisi ujaran kebencian. Keempat, ada sosialisasi ttg bagaimana cara dan kemana kita melaporkan bila kita mengetahui telah terjadi hate speech dan political bullying.
MONEY POLITIK
Adanya suap dalam bentuk uang atau barang, menurut Tjoetjoe tujuannya adalah agar memilih dia atau kelompoknya, atau agar tidak memilih seseorang atau kelompok tertentu pada momen pilkada atau pilpres.
Tjoetjoe memberikan satu contoh, dimana ada pengusaha di Kalimantan Selatan (Kalsel) yang secara rutin membagi2kan uang dan beras kepada masyarakat disana. Tidak ada satupun orang yg menuduh dia melakukan money politik. Ketika yang bersangkutan bergabung ke salah satu partai politik, mulailah orang menilai membagi bagikan uang dan beras kepada masyarakat disana itu sebagai money politics.
“Ini menunjukkan bahwa problemnya bukan pada membagi bagikan uang dan beras melainkan pada faktor psikologis politis pelakunya. Banyak modus money politik. Serangan fajar, sembako gratis, bantuan hukum gratis, tim sukses yg gemuk termasuk mahar politik. Saya meyakini ada korelasi antara banyaknya OTT pimpinan daerah dengan sistem pemilihan pimpinan daerah,” ungkapnya
Kata Tjoetjoe, saat ini sudah berapa banyak Bupati, Walikota, DPRD yg diciduk KPK, diawali dari Tanah Laut, Bangkalan, Pamekasan, Malang, Batu, Hulu Sungai Tengah, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Jambi, Tulung Agung, Blitar dan lain lain.
Untuk memerangi praktek2 money politik, Tjoetjoe menyarankan perlunya meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat, dan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang politik yang bersih dan jurdil. Selain itu katanya, UU Politik yg saat ini cenderung berbiaya tinggi harus dirubah, dan menjatuhkan sanksi berat bagi para pelakunya.