Jitunews.com – Setya Novanto, tersangka kasus mega korupsi KTP elektronik, saat ini masih dirawat di rumah sakit akibat kecelakaan yang dialaminya. Terlepas dari hal tersebut, ketua DPR ini tetap tidak bisa berkelit dari proses hukum yang harus dijalaninya.
Beragam manuver hukum yang dilakukan Setnov menurut Sekjen Kongres Advokat Indonesia (KAI) Aprillia Supaliyanto, dalam perspektif pembangunan dan penegakan hukum tidak elok dan tidak punya nilai edukasi hukum kepada masyarakat. Ada kesan kuat justru ada tindakan dan sikap-sikap yang melecehkan hukum. Ada cara berfikir dan bersikap yang bisa melukai nilai-nilai luhur tatanan hukum.
Manuver-manuver yang dilakukan Setya Novanto dan pengacaranya dalam menghadapi langkah hukum KPK dalam kasus e-KTP dapat dikwalifisir sebagai pembusukan dan penyesatan hukum
Aturan aturan hukum yang sudah jelas, tegas dan tidak bersifat interpretatif tidak bisa diberikan tafsiran secara subjektif dan tidak bertanggung jawab.
“Hukum tidak boleh di tafsirkan semau gue. Hukum di jalankan dan ditegakkan bukan atas dasar selera,” tegas Aprillia.
Indonesia sebagai rechstaatmendudukkan warga negaranya sama di mata hukum; warga biasa sampai pejabat negara sama kedudukannya di mata hukum.
Demikian halnya dengan Setya Novanto yang kebetulan menjabat sebagai ketua DPR. Sebagai ketua DPR harusnya Setnov memberikan contoh perihal ketaatan hukum.
“Saya mengimbau kepada yang bersangkutan untuk dapat memberikan contoh yang baik kepada warga bangsa lain dalam menghadapi proses hukum ini. Anda punya hak hukum untuk membela diri, Anda punya hak untuk di bebaskan dari semua persangkaan dan dakwaan jika memang anda tidak bersalah. Tolong jangan lecehkan hukum, jangan hina nalar rakyat, jangan bikin gaduh. Negara hukum yang bernama Indonesia ini sudah letih gara gara rechstaat cenderung bergeser ke machstaat, jangan tambah dibebani lagi dengan aksi aksi yang tidak berkualitas dengan dalih atas nama hukum dan keadilan,” ujar April saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (16/11).
Dalam kasus yang ini menjeratnya, maka sebagai ketua DPR, Setnov harus memberikan contoh yang baik yaitu taat hukum dan taat terhadap semua proses hukum yang harus dijalaninya dalam kasus e-KTP ini.
Aprillia menjelaskan bahwa aturan aturan hukum yang dipersoalkan Setnov melalui pengacaranya adalah aturan aturan yang secara regulatif sudah sangat jelas.
“Itu adalah aturan yang tak bisa ditafsirkan lagi, apalagi di tafsirkan secara subyjktif sesuai kepentingan. Ketika dia mempersoalkan hak imunitas yang di miliki anggota DPR misalnya termasuk Setnov sendiri adalah cara pandang dan pemahaman yang salah terhadap hak imunitas anggota DPR seperti yang di atur di UU MD 3. Dalam UU MD 3, hak imunitas hanya menyangkut dan melekat terhadap perilaku atau ucapan, perbuatan sepanjang berkaitan degan tugas-tugas dia sebagai legislator. Tetapi terhadap perbuatan korupsi yang saat ini disangkakan kepadanya, maka tak melekat hak imunitas,” Tegas Aprillia.
Sementara itu, terkait sikap setnov yang mempersoalkan KPK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pencekalan sehingga Setnov melaporkan dua pimpinan KPK ke Mabes Polri, Aprillia menilai bahwa itu lagi lagi pernyataan dan sikap yang dilatarbelakangi pemahaman dan cara berpikir tidak tepat. Masalahnya bahwa apa yang dilakukan KPK itu adalah merupakan perintah UU. Seseorang atau pejabat yang melakukan sesuatu atas perintah menjalankan UU maka tidak dapat dipersoalankan secara hukum apalagi dipidana.
Tapi Setnov malah melaporkan pimpinan KPK ke polisi. Ini langkah tidak sehat yang hanya akan makin menimbulkan kegaduhan hukum,” imbuh Aprillia.
Dalam konteks posisi pengacara dalam menjalankan tugas, maka sesungguhnya seorang advokat itu bukan hanya berfungsi melakukan pembelaan hukum, Akan tetapi juga berfungsi sebagai pemberi pencerahan hukum kepada masyarakat, mengedukasi masyarakat. Advokat tidak boleh menjalankan tugas profesinya dengan membabi buta.
“Oleh karena itu saya mengimbau kepada sejawat saya ayo kita jalankan fungsi kita secara proporsional dan profesional sehingga fungsi kita sebagai lawyer bisa berjalan dengan baik,” ucapnya.
Terkait Setnov yang sempat lolos dari status tersangka karena memenangkan gugatan praperadilan terhadap KPK, Aprillia menjelaskan bahwa hal itu tidak menjadi halangan bagi KPK untuk mengusut kembali perkara Setnov terkait dg e-KTP.
“Putusan praperadilan itu sifatnya spesifik dan belum masuk ke perkara pokok. Dalam praperadilan itu amar putusannya tidak ada perintah kalau Setnov tak bisa diperiksa atau disidik lagi sekali pun SP3, masih bisa dibuka lagi. Kita tidak boleh melihat putusan praperadilan sepotong-sepotong. Walaupun Setnov menang di praperadilan bukan berarti perkara dia berhenti,” tutupnya.