Aturan Baru Sri Mulyani: Gaji Rp 5 Juta Kena Pajak 5 %, Beruntung yang Gajinya 4,9 Juta ? - Kongres Advokat Indonesia

Aturan Baru Sri Mulyani: Gaji Rp 5 Juta Kena Pajak 5 %, Beruntung yang Gajinya 4,9 Juta ?

Pemerintah dan DPR mengubah batas penghasilan kena pajak (PKP) bagi masyarakat Indonesia. Perubahan ini tertuang di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Aturan ini kemudian diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh. Dengan regulasi baru, ada pelebaran untuk lapisan penghasilan paling bawah dan penambahan lapisan dengan tarif baru bagi mereka dengan penghasilan tinggi.

“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun,” tulis PP Nomor 55 Tahun 2022 tersebut.

Sehingga, pekerja dengan penghasilan Rp 4,5 juta per bulan atau akumulasi Rp 54 juta per tahun tak lagi dikenakan PPh atau menjadi PTKP. Pajak baru bisa dikenakan pada pekerja atau karyawan yang memiliki gaji minimal Rp 5 juta atau akumulasi Rp 60 juta dalam setahun. Persentase pengenaan pajak PPh berdasarkan Pasal 21 masih sama, yaitu sebesar 5 persen.

Sederhananya, dalam aturan terbaru ini, seorang pekerja atau karyawan baru terkena pajak penghasilan jika gajinya dalam sebulan paling sedikit Rp 5 juta dalam sebulan. Pengenaan pajak PPh ini bersifat progresif.

Begitu juga dengan tarif PPh 15 persen yang semula dikenakan untuk wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp 50 juta sampai Rp 250 juta, kini diubah menjadi untuk penghasilan di atas Rp 60 juta sampai Rp 250 juta.

“Perubahan lapisan tarif PPh untuk melindungi masyarakat berpenghasilan menengah bawah. Banyak masyarakat di kelompok menengah bawah justru beban pajaknya lebih turun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikutip dari Kompas TV, Sabtu (31/12/2022).

Untuk pekerja dengan gaji Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun dibebaskan dari PPh atau menjadi PTKP.

Adapun ketentuan PPh di atas penghasilan tersebut adalah:

  • Penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 60 juta dikenakan tarif PPh sebesar 5 persen
  • Penghasilan kena pajak lebih dari Rp 60 juta hingga Rp250 juta dikenakan pajak 15 persen
  • Penghasilan lebih dari Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta tarif PPh yang dikenakan 25 persen
  • Penghasilan kena pajak di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp5 miliar sebesar 30 persen
  • Penghasilan di atas Rp 5 miliar dikenakan PPh sebesar 35 persen.

Sri Mulyani mencontohkan, pekerja dengan penghasilan Rp 5 juta per bulan atau Rp 60 juta per tahun, maka penghasilan yang dikenai pajak setelah dikurangi PTKP yakni Rp 6 juta per tahun.

Sehingga dikenakan tarif 5 persen sehingga pajak yang harus dibayar per tahun hanya Rp 300.000. “Ini penghasilan Rp 60 juta per tahun dikurangi Rp 54 juta yaitu Rp 6 juta dan dikalikan 5 persen. Ini cuma Rp 300.000 setahun bayar pajaknya. Kalau anda menikah ada tunjangan negara untuk istri dan kalau ada anak ada tambahan lagi,” jelas Sri Mulyani. KOMPAS

2 Responses
  1. Kami setuju demikian akan tetapi jika buat kaum pekerja merasa diuntungkan secara materil maupun nonmateril. Hak dapat dilihat dari daya beli mayarakat. Jika tidak artinya secara ekonomi aturan itu tidak membantu masyarakat banyak.

  2. Kelihatannya memang akhir-akhir ini pemerintahan “Presiden RI” atau si Joko Widodo berbuat seolah-olah memihak rakyat kecil dengan cara menaikkan pajak untuk orang kelompok kaya atau yang berpenghasilan Rp. 60 juta sampai dengan Rp. 250 juta perbulan kena pajak 15 persen, jika ada orang berpenghasilan lebih dari Rp. 250 juta sampai dengan Rp. 500 juta perbulan kena pajak 25 persen, dan orang kelompok kaya dengan penghasilan lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan Rp. 5 miliar dikenai pajak 30 persen dan orang kelompok kaya dengan penghasilan lebih dari Rp. 5 miliar perbulan kena pajak sebesar 35 persen, akan tetapi ini sudah mau berkahir kepemimpinan “Presiden RI” atau si Joko Widodo atau tinggal setahun lagi lalu kenapa sudah selama 9 tahun justru malah selalu memihak orang kaya ? ingat pedagang UMKM saja sempat dikenai pajak 11 persen ? padahal jelas-jelas UMKM itu para pedagan kecil yang modalnya sangat kecil sehingga apabila dikenai pajak 11 persen tentu saja mereka atau para pedagang kecil ini bisa bangkrut. atau merugi besar, karena untuk makan sekeluarga saja sudah sulit. Apa ini yang disebut benar-benar memihak orang kecil atau orang kelompok menengah ke bawah ?

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024