Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menargetkan untuk bisa menjalankan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) alias core tax administration system (CTAS) mulai tahun depan.
Dengan adanya pembaruan ini, pelayanan kepada wajib pajak akan bergeser dari manual menjadi otomatis berbasis teknologi.
Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi menjelaskan, core tax system merupakan bagian dari reform administrasi perpajakan yang saat ini perkembangannya masih terus berjalan.
Reformasi perpajakan sendiri, kata Iwan sudah dilakukan otoritas sejak 1983, di mulai untuk mengubah paradigma petugas pajak. “Merubah paradigma yang bahwa tadinya petugas pajak itu official, berubah paradigmanya menjadi pelayanan,” jelas Iwan saat ditemui di kantornya, dikutip Jumat (23/9/2022).
Reformasi kemudian berlanjut pada 1998, di mana ada modernisasi administrasi perpajakan. Saat itu pemeriksaan jenis pajak terpisah-pisah, baik itu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPh (Pajak Penghasilan), dan lain sebagainya.
“Sehingga dulu banyak ada pemeriksa PBB, pemeriksa PPH, dan sebagainya… Sehingga kemudian semua jenis pajak tersebut dilebur, sehingga terdapat penambahan remunerasi DJP,” ujar Iwan.
Setelah reformasi pertama dan kedua selesai, kini DJP tidak lagi melakukan pemeriksaan berkali-kali kepada wajib pajak. Kemudian dibangun lah Core Tax System sebagai reformasi lanjutan, untuk menjawab perkembangan zaman saat ini.
“Yang melatarbelakangi PSIAP itu adalah tidak lain adalah disruptif teknologi, perubahan bisnis di masyarakat, ada fintech (financial technology) disitu, teknologi semakin berkembang,” kata Iwan lagi.
Melihat perubahan zaman yang semakin berkembang, DJP menyadari institusinya tidak bisa jalan di tempat. Ketika semuanya serba digital, administrasi perpajakan pun juga harus naik kelas kepada digitalisasi.
Oleh karena itu, kata Iwan dibangun lah Core Tax System sebagai alat informasi teknologi untuk menerjemahkan proses pembaruan sistem administrasi pajak untuk mengimbangi disruptif teknologi dan perubahan bisnis di dunia, baik internasional dan domestik.
Pembaruan sistem administrasi itu meliputi, organisasi, sumber daya manusia, peraturan perundang-undangan, proses bisnis, serta teknologi informasi dan basis data.
“Perubahan IT menjadi lebih advanced… Karena konsep bisnis ke depan itu adalah data driven, itu yang menjadi lokomotifnya. Inti dari proses bisnis di DJP untuk menjadi organisasi yang data driven,” jelas Iwan.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan, core tax adalah pembaruan sistem teknologi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP.
Pembaruan sistem administrasi perpajakan itu juga akan meliputi organisasi, sumber daya manusia, peraturan perundang-undangan, proses bisnis, dan teknologi informasi dan basis data.
Tujuannya dibangun core tax system ini, seperti disebut di dalam Perpres 40/2018 adalah untuk mewujudkan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel yang mempunyai proses bisnis yang efektif dan efisien.
Selain itu tujuan lainnya dibangun core tax system adalah membangun sinergi yang optimal antar lembaga, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, dan meningkatkan penerimaan negara.
Dengan core tax system ini ke depan, kata Iwan tidak akan ada perekaman administrasi pajak secara manual atau diperiksa oleh manusia. “Jadi bagaimana sedikit mungkin intervensi dari manusia di dalam proses data input, datanya digital.”
Selain itu, lewat core tax system ini, otoritas pajak ini juga beriringan membangun ekosistem yang kolaboratif dan integratif. Sehingga data yang akan ada di dalam core tax system ini nantinya akan berasal dari berbagai sumber, setidaknya terdapat 39 bisnis proses yang akan terhubung dengan core tax system tersebut.
Tidak hanya soal data, DJP akan menggandeng Penyedia Jasa Administrasi Perpajakan (PJAP). Nantinya, sistem yang dikembangkan DJP dapat diakses oleh PJAP.
Pada 2019, anggaran SIAP atau core tax ini dipatok sebesar Rp 2,9 triliun dengan skema multiyears hingga 2024. Namun, Iwan mengungkapkan anggaran tersebut akhirnya hanya terpakai Rp 1,5 triliun untuk lima paket pengadaan. Dari nilai tersebut, pengadaan sistem integrator atau vendor terpilih melalui lelang, yakni konsorsium LG-QS.
Adapun lima paket pengadaan yang dimaksud terdiri dari empat paket jasa termasuk software dan satu paket hardware. DJP mengawal pengadaan software dan jasa konsultan. Sementara itu, Pusintek Kemenkeu melakukan pengadaan hardware untuk core tax ini.
Saat ini, core tax sudah tahapan pengembangan software. Akhir tahun, aplikasi akan diluncurkan dan sepanjang tahun depan, DJP akan melakukan tes. Sejalan dengan itu, persiapan internal termasuk pengembangan SDM terus berjalan. CNBCINDONESIA