Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyebutkan kerugian negara akibat kasus korupsi di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencapai Rp 8,8 triliun. Kerugian tersebut akibat pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600 yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan BUMN.
Adapun kerugian juga terjadi akibat para tersangka tidak menerapkan prinsip business judgment rule, sehingga mengakibatkan performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan.
“Kejaksaan telah melakukan penyelidikan perkara tindak pidana korupsi PT Garuda. Tapi yang utamanya pada hari ini kami mendapat penyerahan hasil audit pemeriksaan kerugian negara PT Garuda senilai Rp 8,8 triliun untuk kerugian yamg ditimbulkan oleh PT Garuda,” ujar Burhanuddin saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (27/6/2022).
Selain itu, Kejagung menetapkan Direktur Utama Garuda Indonesia tahun 2004-2014 Emirsyah Satar (ES) sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di Garuda Indonesia.
“Sejak Senin 27 juni 2022, hasil ekspose kami menetapkan 2 tersangka baru yaitu ES selaku Direktur Utama PT Garuda. Kedua SS (Soetikno Soedarjo) selaku Direktur Mugi Rekso Abadi,” ucapnya. Burhanuddin mengatakan, kedua tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Kendati demikian, Kejagung tidak melakukan penahanan karena kedua tersangka tengah menjalani hukuman pidana dalam kasus yang ditangani KPK. “Tidak dilakukan penahanan karena masing-masing sedang menjalani pidana atas kasus PT Garuda yang ditangani oleh KPK,” ujar dia.
Emirsyah kini tengah ditahan di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat akibat terjerat kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia. Diketahui, dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan tiga tersangka, yaitu Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia periode 2011-2012, Setijo Awibowo dan Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia periode 2009-2014, Agus Wahjudo. KOMPAS