Alvin Lim, seorang advokat, menguji Penjelasan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana terhadap Perkara Nomor 113/PUU-XXI/2023 ini digelar pada Selasa (3/10/2023) di Ruang Sidang Panel MK. Majelis Sidang Panel yang melaksanakan sidang terdiri atas Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Hakim Konstitusi Suhartoyo, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Penjelasan Pasal 16 UU Advokat menyatakan, “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan”.
Rustina Haryati selaku kuasa Alvin Lim (Pemohon) menyampaikan bahwa Pemohon berprofesi sebagai advokat yang diberikan hak imunitas atas berlakunya Pasal 16 UU Advokat. “Ketika dalam melakukan tugasnya, advokat tentunya berpotensi berbenturan dengan Kepolisian maupun Kejaksaan. Namun atas tugas yang dibebankan oleh Pemohon, pemohon ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian dengan laporan polisi dengan Nomor LP/B/0536/IX/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 19 September 2022 terkait dugaan pencemaran nama baik dan/atau fitnah dan/atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dan/atau menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap berdasarkan Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP,” kata Rustina.
Lebih lanjut Rustina menjelaskan, Pemohon telah menjalani profesi dengan itikad baik dalam membela, mendampingi dan memberikan bantuan hukum di luar pengadilan, dalam hal ini konteksnya adalah Pemohon menyampaikan fakta melalui media. Fakta tersebut telah menimpa pada klien Pemohon. Akan tetapi, pada kenyataannya berdasarkan laporan tersebut, Pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka itu menimbulkan beberapa hal yakni telah mencoreng kehormatan profesi advokat. Kemudian, telah merenggut hak imunitas yang dimiliki pemohon sebagai advokat. Lalu mengakibatkan Pemohon mengalami ketidakpastian hukum terhadap mekanisme hak imunitas yang melindungi advokat dalam menjalankan profesinya dimana advokat tetap dapat dituntut secara pidana saat menjalankan profesinya.
Hak Imunitas di Luar Pengadilan
Dalam permohonannya, Pemohon menyebut advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana saat sedang bertugas berdasarkan kuasa dan bertindak demi kepentingan klien, baik dalam sidang pengadilan maupun di luar pengadilan, namun tetap dibatasi dengan “itikad baik” yang melekat pada tindakannya. Pada praktiknya hak imunitas sesungguhnya lebih diperlukan pada saat advokat memberikan bantuan jasa hukum di luar pengadilan yang mana dalam pasal 16 UU Advokat sehubungan dengan frasa “di luar pengadilan” belum ada diatur dalam penjelasannya, sehingga perlunya di tambahkan dalam penjelasan pasal terkait cakupan perlindungannya.
Menurut Pemohon, tindakan hukum di luar pengadilan yang dilakukan oleh advokat dalam rangka membela, mempertahankan dan melindungi hak klien justru lebih rentan dijerat dengan pasal-pasal pidana maupun gugatan perdata “perbuatan melawan hukum”, yang mana tindakan tersebut dapat berupa melayangkan somasi, upaya mediasi ataupun pernyataan pers. Sebagaimana saat ini sudah lazim advokat memberikan pernyataan kepada media demi kepentingan klien dan biasanya dilakukan karena bentuk salah satu upaya yang harus dijalankan, seperti menyampaikan segala bentuk kerugian yang dialami saat sedang melakukan upaya hukum, yang mana hal tersebut berpengaruh terhadap perkembangan kemajuan kasus klien yang bersangkutan.
Dengan kekaburan dan ketiadaan Penjelasan Pasal a quo dapat mengakibatkan kriminalisasi terhadap advokat yang sedang menjalankan tugasnya dan terjadi pembatasan terhadap akses keadilan dari klien untuk mendapatkan bantuan hukum dari Advokat yang bersangkutan. Hal ini tentunya akan menjadi masalah yang sama bagi anggota organisasi advokat yang lain untuk memberikan pembelaan terhadap klien sehubungan dengan interaksinya terhadap penegak hukum lainnya.
Sehingga, terhadap Penjelasan Pasal 16 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat harusnya diberikan suatu pemaknaan yang jelas, lengkap, dan komprehensif yang pada pokoknya menyatakan bahwa penuntutan perdata maupun pidana terhadap Advokat tidak dapat dilakukan, baik dalam sidang pengadilan maupun di luar pengadilan, yang mana mencakup tindakan-tindakan hukum yang dimaknai dalam penjelasan pasal untuk menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan, serta rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Oleh karena itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 16 UU Advokat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata dan/atau tidak dapat diproses hukum pidana pada tahap penyidikan dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan”.
Selengkapnya ketentuan Penjelasan Pasal 16 UU Advokat menjadi: Yang dimaksud dengan “itikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya. Yang dimaksud dengan “sidang pengadilan” adalah sidang pengadilan dalam setiap tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan. Yang dimaksud dengan “di luar sidang pengadilan” adalah segala tindakan hukum di luar pengadilan seperti melayangkan somasi, melakukan mediasi, memberikan pernyataan pers (pers release) baik dimedia cetak, elektronik maupun media online.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Suhartoyo menasihati Pemohon agar mempertegas legal standing dengan mengelaborasi kasus secara singkat untuk memperkuat argumen Pemohon prinsipal yang dijerat pasal 45 dan pasal 27 UU ITE itu. “Jangan hanya menarasikan bahwa berdasarkan penetapan nomor tersangka dari penyidik atau dari Kepolisian, tetapi tolong diuraikan sedikit kasus yang menjeratnya meskipun itu bagian dari MK yang mempunyai kewenangan untuk menilai. Paling tidak, nanti kami bisa mendeskripsikan sebenarnya ini ada kaitannya ketika menjalani profesinya ini atau memang di tataran luar pergaulan sosial sehari-hari,” terang Suhartoyo.
Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh meminta Pemohon mencermati kembali pertimbangan hukum MK mengenai konstitusionalitas Pasal 16 ini. Sedangkan Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan apabila ingin mengajukan permohonan supaya betul-betul sempurna berlaga seperti mootcourt. “Seandainya saya jadi hakim, permohonan yang saya buat ini dikabulkan atau tidak ya? Nah anda di situ berlaku sebagai hakim tidak sekedar melempar isu inskonstitusional suatu masalah,” ujar Arief.
Sebelum menutup persidangan, Arief pun menyampaikan Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Adapun batas perbaikan permohonan sampai dengan Senin 16 Oktober 2023. MKRI