Seorang advokat perpajakan, Nurhidayat, menggugat Pasal 5 ayat 2 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ke Mahkamah Konstitusi (MK). Nurhidayat menggugat karena menolak Pengadilan Pajak di bawah Kementerian Keuangan.
Pasal 5 ayat 2 UU Pengadilan Pajak berbunyi:
Pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan.
Nurhidayat meminta Pengadilan Pajak sebagaimana di atas digeser ke Mahkamah Agung (MA), bukan di bawah rezim Kementerian Keuangan lagi.
“Menyatakan Pasal 5 ayat 2 UU Pengadilan Pajak terhadap frase ‘Departemen Keuangan’ bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai ‘Mahkamah Agung’,” demikian permohonan Nurhidayat sebagaimana dikutip dari website MK, Minggu (12/3/2023).
Melalui kuasa hukumnya, Viktor Santoso Tandiasa, pemohon menilai hampir 21 tahun Pengadilan Pajak berdiri, hingga saat ini tidak ada political will dari Pemerintah untuk menyerahkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi pengadilan pajak kepada MA. Padahal, amanat UU Pengadilan Pajak, masa transisi peralihan dari Departemen Keuangan ke MA.
“Sementara dampak dari dipertahankannya Pasal 5 ayat (2) UU 14/2002, yakni masuknya peran kekuasaan eksekutif kepada badan peradilan in casu Pengadilan Pajak,” beber Viktor Santoso.
Viktor mencontohkan intervensi pemerintah antara lain:
- Tata Cara Penunjukan Hakim Ad Hoc pada pengadilan Pajak diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan (Pasal 9 ayat (5) UU 14/2002)
- Tunjangan dan ketentuan lainnya bagi Ketua, Wakil Ketua, Hakim, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Sekretaris Pengganti diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan (Pasal 22 UU 14/2002)
-Kedudukan Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti diatur dengan Keputusan Menteri (Pasal 27 UU 14/2002).
-Tata Kerja Kesekretariatan Pengadilan Pajak ditetapkan dengan Keputusan Menteri (Pasal 28 ayat (2) UUD 1945). - Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Menteri (Pasal 29 ayat (4) UU 14/2002)
-Persyaratan untuk menjadi kuasa hukum yang harus dipenuhi, selain yang diatur dalam UU 14/2002 ditetapkan oleh Menteri (Pasal 34 ayat (2) UU 14/2002).
“Hal tersebut tentunya tidak terjadi di pengadilan- pengadilan lainnya yang berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Artinya telah nyata dan terang benderang dan berdampak secara sistematis atas diberikannya kewenangan pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan bagi pengadilan Pajak kepada Kementerian Keuangan,” beber Viktor Santoso.
Pengaturan tersebut dinilai bertentangan dengan kekuasaan hakim yang merdeka yang telah dijamin oleh Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Sehingga menimbulkan mendapatkan kepastian hukum sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) terhadap kekuasaan kehakiman yang seharusnya merdeka.
Yaitu selengkapnya berbunyi:
Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan:
Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan:
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan:
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
“Pengaturan terkait organisasi, administrasi dan finansial seluruh badan peradilan yang berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung harus diletakkan di bawah kekuasaan Mahkamah Agung, karena memiliki tujuan untuk menjamin kemerdekaan kekuasaan kehakiman,” tegas Viktor.
Perkara ini sudah diregistrasi kepaniteraan MK dan akan disidangkan. DETIK