Menggagas Masuknya Advokat dalam Amandemen 1945 - Kongres Advokat Indonesia

Menggagas Masuknya Advokat dalam Amandemen 1945

Tidak adanya pasal yang mengatur atau menyebutkan tentang advokat/pengacara/penasihat hukum dalam UUD 1945 sebenarnya suatu soal penting. Tidak ada satu kata pun dalam UUD 1945 yang menyebutkan kata advokat/pengacara. Apakah ini suatu yang aneh? Tentu hal ini dapat diperdebatkan.

Namun jika kita teliti dalam UUD 1945, konstitusi kita, lembaga-lembaga atau profesi lainnya disebutkan. Misalnya, dalam konstitusi yang mengandung kata hakim/Mahkamah Agung disebutkan sebanyak 9 kali, Mahkamah Konstitusi (MK) 10 kali, polisi 3 kali, Komisi Yudisial (KY) 5 kali, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 5 kali, Bank Sentral 1 kali, Partai Politik 6 kali, Dewan Pertimbangan satu kali dan lain sebagainya.

Tidak satu pasal pun dalam konstitusi menyebutkan advokat/pengacara. Apakah disebutnya advokat dalam konstitusi merupakan suatu keniscayaan? Jika disebutkan dalam konstitusi adakah advokat mempunyai cantolan hukum dan legal standing yang sangat kuat? Apakah karena advokat tidak ada dalam konstitusi maka perannya sering dipandang sebelah mata?

Inikah sebabnya sehingga advokat dalam menjalankan tugas sering mengalami “diskriminasi” dan dianggap tidak selevel dengan hakim, jaksa dan polisi? Apakah karena advokat tidak ada dalam konstitusi sehingga organisasi advokat menjadi lemah dan bercerai berai seperti sekarang? Apakah tidak cukup advokat diberikan proteksi dalam level undang-undang saja? Apakah di negara lain advokat juga disebutkan dalam konstitusinya?

Mari kita ambil sekadar contoh di Jepang, Amerika Serikat dan tetangga kita Malaysia. Ini tidak bermaksud agar advokat Indonesia mesti sama seperti Jepang, Amerika Serikat atau Malaysia. Tidak! Ini sekadar perbandingan saja. Di dalam Konstitusi Jepang Pasal 34 disebutkan “No person shall be arrested or detained without being once informed of the charges against him or without the immediate privilege of counsel; nor shall he be detained without adequate cause; and upon demand of any person such cause must be immediately shown in open court in his presence of his counsel”.

Di simak pasal konstitusi Jepang tersebut terkait dengan advokat (bahasa Jepang bengoshi) di Jepang kepentingan seseorang sangat terproteksi hak-hak fundamentalnya ketika berhadapan dengan masalah hukum, apakah terkait dengan penangkapan maupun penahanan. Pendampingan atau bantuan dari seorang pengacara adalah suatu yang taken for granted.

Apakah karena penyebutan dalam konstitusinya (bahasa Jepang Kempo) sehingga advokat Jepang sangat mulia kedudukannya di hadapan masyarakat dan negara sehingga sebutan seorang advokat adalah sensei? Apakah karena di Jepang untuk menjadi penegak hukum seperti hakim, jaksa dan advokat melalui “satu pintu” melalui satu ujian Bar Exam dan satu training yang sama sehingga mereka qualified? Ini jugakah sebabnya sehingga organisasi advokat Jepang yang disebut dengan Japan Federation of Bar Association (JFBA) sangat disegani?

Sekarang di Amerika Serikat. Dalam US Constitution (6th amendment) menyebutkan terkait hak-hak tersangka maupun terdakwa yang menjamin “guarantees the rights of criminal defendants, including the right to a public trial without unnecessary delay and the right to have a lawyer, legalcounsel”.

Apakah karena jaminan konstitusi Amerika sehingga advokat di sana punya dignity? Seorang tersangka ataupun terdakwa memiliki hak untuk dibela oleh seorang lawyer (di USA lebih sering digunakan istilah “litigator” di UK dengan istilah “barrister”) dan bahkan keterlambatan dalam pelayanan hukum (delay) adalah suatu pelanggaran konstitusi?

Kemudian di Pasal 5 ayat 3 Malaysia Federal Constitution disebutkan “where a person is arrested he shall be… allowed to consult and be defended by a legal practitioner of his choice”. Di Malaysia pun apabila seseorang ditangkap maka ia berhak dibela oleh seorang advokat (peguamcara) dan bebas memilih pengacaranya.

Di Indonesia kita punya aturan-aturan serupa. Hanya saja perbedaannya sangat mendasar. Di ketiga negara yang kita contohkan tersebut dicantumkan dalam Undang-Undang Dasarnya. Kita di Indonesia memang sudah punya UU Advokat (UU No 18 Tahun 2003) yang faktanya sudah berkali-kali di judicialreview di Mahkamah Konstitusi. Artinya, produk legislative tersebut mengandung banyak kelemahan.

UU Advokat ini juga sampai saat ini belum memiliki peraturan pelaksanaannya seperti Peraturan Pemerintah. Yang ada hanya Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia terkait advokat asing (foreign legal counsel). Artinya pemerintah lebih mementingkan advokat asing daripada eksistensi advokat Indonesia. Ini artinya, pemerintah tidak serius! Jangan disalahkan jika UU Advokat bersifat multi-interpretable dan banyak sekali perbedaan di kalangan advokat dan organisasi advokat.

Di Indonesia sering disebutkan bahwa advokat adalah juga penegak hukum (catur wangsa: hakim, jaksa, polisi dan advokat), akan tetapi dalam praktiknya seorang advokat sebenarnya tidak sederajat dengan penegak hukum lainnya dalam hal kewenangan dan otoritasnya. Misalnya saat mendampingi seorang kliennya sejak mulai dari penyidikan, penuntutan maupun di persidangan. Yang dikatakan kedudukannya sama sebagai sama-sama penegak hukum hanyalah isapan jempol. Termasuk juga yang disebut sebagai hak imunitas advokat, nonsense. Berbeda dengan hak imunitas anggota DPR RI misalnya.

Padahal keempat catur wangsa penegak hukum tersebut harusnya merupakan suatu kesatuan dalam pengembanan hukum, penegakan hukum dan keadilan di Tanah Air. Semuanya harus bersama-sama untuk mewujudkan kepastian hukum yang berkeadilan sebagaimana mandat konstitusional dari Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.

Semua penegak hukum harus bergerak bersama mewujudkan negara hukum. Dalam UUD 1945 ada dua kali disebutkan negara hukum (rechtsstaat) yaitu dalam Pasal 1 ayat 3 dan Pasal 28I ayat 5. Jika dibandingkan– dalam UUD 1945– kata yang mengandung kata “hukum” dan “adil/keadilan” lebih banyak kata “adil/keadilan”. Kata “adil/keadilan” disebut sebanyak 21 kali, sedangkan yang mengandung kata “hukum” sebanyak 18 kali. Ini maknanya, keadilan harus ditempatkan lebih tinggi derajatnya ketimbang hukum. Atau meminjam istilah Aristoteles justice is the highest virtue of wisdom.

Nilai-nilai keadilan inilah yang harus diarusutamakan dalam segala pengembanan kehidupan kenegaraan. Bagaimanapun konstitusi adalah sebuah Contractum Nobilee yaitu “perjanjian luhur” antara negara dengan manusia Indonesia. Manusia dalam UUD 1945 –sebagai sebuah subyek hukum– disematkan dengan beberapa sebutan yaitu rakyat (people), warga negara (citizen), orang (person), penduduk (resident), masyarakat (community), manusia (human being), bangsa (nation), dan umat manusia (human kind). Pada titik inilah tanggung jawab konstitusional negara harus diberikan kepada mereka, baik soal hak hidup, kebebasan berbicara, kebebasan berserikat, beragama, pendidikan, budaya dsb.

Bagi saya, advokat/pengacara, sudah saatnya mempunyai cantolan yang sangat kuat yakni di dalam UUD 1945. Tentu saja proses amandemen UUD 1945 harus dilakukan melalui prosedur sebagaimana ditentukan dalam konstitusi itu sendiri. Namun demikian memasukkan advokat/pengacara dalam amandemen UUD 1945 harus digaungkan secara nasional, harus diarusutamakan serta diagendakan agar cita-cita menegakkan kepastian hukum yang berkeadilan dan cita negara hukum tidak jauh panggang dari api. Dan agenda ini harus diperjuangkan!

*)TM, Luthfi Yazid, Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI), peneliti dan visiting lecturer on the Comparative Dispute Resolution di University of Gakushuin, Tokyo (2010-2012), Ketua 1 Dewan Penasehat Indonesian Association of British Alumni (IABA), dan fellow LEAD New York-London (1994-sekarang). HUKUMONLINE

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024
Presidium DPP KAI Kukuhkan 15 AdvoKAI & Resmikan LBH Advokai Lampung
July 20, 2024
Rapat Perdana Presidium DPP KAI, Kepemimpinan Bersama Itu pun Dimulai
July 3, 2024
Tingkatkan Kapasitas Anggota tentang UU TPKS, KAI Utus 20 AdvoKAI untuk Ikut Pelatihan IJRS
June 26, 2024