Pengadilan Tinggi Bandung menjatuhkan vonis mati terhadap terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 12 santriwati, Herry Wirawan. Vonis tersebut diambil pada sidang terbuka pada hari ini, Senin, 4 April 2022.
Putusan tersebut diumumkan langsung di laman resmi PT Bandung. Majelis Hakim yang diketuai oleh Ketua Pengadilan Tinggi Bandung Herri Swantoro membacakan 10 poin dalam amar putusan tersebut.
Dalam poin pertama dan kedua, majelis hakim menyatakan menerima banding dari jaksa penuntut umum dan memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 989/Pid.Sus/2022/PN.Bdg, tanggal 15 Februari 2022.
“Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan pidana “MATI”. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan,” begitu bunyi poin ketiga dan keempat.
Pada poin kelima, majelis hakim juga memutuskan membebankan restitusi para korban dan anaknya kepada Herry Wirawan. Total biaya restitusi yang harus dibayar Herry sekitar Rp 332 juta.
Majelis hakim juga memutuskan soal nasib anak hasil perkosaan tersebut. Hakim memerintahkan 9 anak itu dirawat oleh pemerintah hingga para korban telah memiliki kekuatan mental untuk menerima mereka.
“Menetapkan 9 (sembilan) orang anak dari para korban dan para anak korban agar diserahkan perawatannya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat cq. UPT Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat setelah mendapatkan ijin dari keluarga masing masing dengan dilakukan evaluasi secara berkala. Apabila dari hasil evaluasi ternyata para korban dan anak korban sudah siap mental dan kejiwaan untuk menerima dan mengasuh kembali anak-anaknya, dan situasinya telah memungkinkan, anak-anak tersebut dikembalikan kepada para anak korban masing-masing,” bunyi poin keenam putusan tersebut.
Pada poin ketujuh, majelis hakim juga memutuskan seluruh harta Herry dirampas negara. Harta tersebut nantinya harus dilelang dan hasilnya digunakan untuk membiayai para korban pemerkosaan tersebut.
“Merampas harta kekayaan / aset Terdakwa HERRY WIRAWAN alias HERI bin DEDE berupa tanah dan bangunan serta hak-hak Terdakwa dalam Yayasan Yatim Piatu Manarul Huda, Pondok Pesantren Tahfidz Madani, Boarding School Yayasan Manarul Huda, serta asset lainnya baik yang sudah disita maupun yang belum dilakukan penyitaan untuk selanjutnya dilakukan penjualan lelang dan hasilnya diserahkan kepada Pemerintah cq Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat untuk dipergunakan sebagai biaya pendidikan dan kelangsungan hidup para anak korban dan bayi-bayinya hingga mereka dewasa atau menikah,” bunyi putusan itu.
Sementara poin kedelapan hingga kesepuluh menyatakan bahwa putusan tersebut menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bandung dalam hal lainnya serta memerintahkan Herry tetap ditahan dan membebankan biaya perkara kepada negara.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai terdapat tiga hal yang memberatkan Herry. Ketiga hal itu adalah:
- Akibat perbuatan Terdakwa menimbulkan anak-anak dari para anak korban, dimana sejak lahir kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, sebagaimana seharusnya anak-anak yang lahir pada umumnya, dan pada akhirnya perawatan anak-anak tersebut akan melibatkan banyak pihak.
- Akibat perbuatan Terdakwa menimbulkan trauma dan penderitaan pula terhadap korban dan orang tua korban.
- Akibat perbuatan Terdakwa yang dilakukan di berbagai tempat dianggap menggunakan simbol agama diantaranya di Pondok Pesantren yang Terdakwa pimpin, dapat mencemarkan lembaga pondok pesantren, merusak citra agama Islam karena menggunakan simbol-simbol agama Islam dan dapat menyebabkan kekhawatiran orang tua untuk mengirim anaknya belajar di Pondok Pesantren.
Majelis hakim menilai tak ada hal yang meringankan Herry.
Pada tingkat pertama, Pengadilan Negeri Bandung memvonis Herry Wirawan dengan hukuman penjara seumur hidup. Selain itu, restitusi korban juga dibebankan kepada negara. TEMPO