Tarawih kilat di Pondok Pesantren Al-Qur’aniyah, Indramayu, Jawa Barat, membuat heboh karena melaksanakan salat hanya dalam 7 menit. Majelis Ulama Indonesia (MUI), PBNU dan Muhammadiyah pun memberikan pendapat.
Dirangkum detikcom, Minggu (17/3/2024), salat isya mulanya dilaksanakan seperti salat pada umumnya, namun setelah bacaan bilal berkumandang, imam salat segera membacakan takbir seraya diikuti ratusan jamaah di belakangnya.
Dengan cepat, imam salat membacakan surat-surat hingga gerakannya. Yakni untuk satu salam salat tarawih selesai dalam waktu kurang dari satu menit.
“Kira-kira salat tarawih yang kita lakukan di Pondok Pesantren Al-Qur’aniyah kurang lebih sekitar 7 menit yang sudah berjalan kurang lebih selama 15 tahun,” kata Imam Salat Tarawih, Ustaz Huabihi Muhyinidzom (22) seperti dilansir detikJabar, Jumat (15/3).
Salat tarawih plus witir yang berjumlah 23 rakaat hanya berlangsung tujuh menit. Satu menit sama dengan 60 detik, maka, 23 rakaat salat tarawih di pondok pesantren ini memakan 420 detik. Jadi, jika dikonversikan ke detik, untuk satu rakaatnya memakan waktu sekitar 18 detik.
Menurut ustaz Huabihi, salat tarawih kilat di Ponpes tersebut sudah berjalan sejak 15 tahun lalu sejak imam salat KH Ahmad Zuhri Ainani sekitar tahun 2009-2010. KH Ahmad Zuhri Ainani merupakan generasi pertama salat tarawih ‘kilat’.
“Sudah turun temurun dimulai dari sekitar tahun 2009-2010,” katanya.
Salat dengan gerakan yang lebih cepat ini, lanjut kata Ustaz Huabihi, yang terpenting sudah sesuai dengan syarat dan rukunnya salat. Setiap bacaan salatnya, Ustaz Huabihi biasanya menggunakan surat pendek. Mulai dari satu ayat atau ayat keselamatan. Hal itu sesuai ilmu yang diajarkan oleh para guru.
Pendapat MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) bicara mengenai salat yang tumakninah. MUI menjelaskan tentang salat tumakaninah.
“Kita sarankan salat itu tumakninah, tumakninah itu artinya setiap gerakan, rukuk, itu tumakninah, ada jeda tenang,” ujar Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis kepada wartawan, Sabtu (16/3).
Pada dasarnya, tumakninah adalah diam sejenak setelah gerakan salat atau diam di antara dua gerakan salat. Misalnya, sebagai pemisah antara gerakan bangkit berdiri dan duduk.
“Berharap kalau itu salat, yaa ikuti lah sebagaimana kita melihat Rasulullah waktu salat,” jelas Cholil.
Kata Muhammadiyah
PP Muhammadiyah juga memberikan tanggapan mengenai tarawih kilat ini. Muhammadiyah menyampaikan ibadah salat tak boleh dilakukan secara tergesa-gesa.
“Menurut tuntunan yang standar dalam melaksanakan Ibadah salat itu adalah bahwa Ibadah tersebut harus dilakukan dengan tumakninah. Artinya dilakukan dengan tenang dan khusyuk dan tidak dengan tergesa-gesa,” ujar Ketua PP Muhammadiyah Syamsul Anwar kepada wartawan, Sabtu (16/3).
Jangankan salatnya, Nabi Muhammad, kata Syamsul, juga melarang orang berlari-lari ketika mendengar iqamah saat dia masih dalam perjalanan untuk mengejar agar tidak ketinggalan salat jamaah.
“Jadi salat harus dilakukan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Nabi mengingatkan agar kita jangan menjadi pencuri salat,” jelas Syamsul.
“Beliau bersabda ‘Sesungguhnya manusia pencuri paling buruk adalah orang yang mencuri salatnya’. Lalu ada yang bertanya ‘Bagaimana orang mencuri salatnya, ya Rasulullah?’. Beliau menjawab ‘Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya’ [Hadis riwayat Ahmad dan ad-Darimi]. Artinya tidak bertumakninah dan serba cepat,” imbuhnya.
Syamsul menerangkan Rasulullah menuntunkan salat yang afdal itu adalah yang berdirinya lama, artinya membaca ayat yang lebih panjang. “Soal sah atau tidak salat terburu-buru itu kita serahkan kepada Allah. Tetapi kita harus memenuhi adab dan tuntunan salat yang diajarkan oleh Nabi (Muhammad) SAW,” lanjutnya.
Kata PBNU
Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengatakan sebaiknya salat mengikuti contoh Rasulullah. Menurutnya, ajaran Rasullullah adalah melakukan salat dengan tenang.
“Saya tidak ingin melakukan seperti itu, salat sebaiknya mengikuti tuntunan Rasulullah SAW dilakukan dengan tenang, khusu’ dan penuh tadabbur makna bacaan salat, dalam bahasa fiqh harus tumakninah,” ujar Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur kepada wartawan, Sabtu (16/3).
Imam ‘Tarawih kilat’ di ponpes tersebut hanya membaca 1 ayat per rakaat. Menurut, Fahrur, hal itu tak mengapa asal Surat Al-Fatihah dibaca sebelumnya.
“Soal diterima atau tidak itu urusan Allah SWT, namun sebaiknya salat tidak terlalu cepat dan tidak terlalu panjang, sedang saja seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW,” jelas Fahrur. DETIK