Belajar dari Kolapsnya Sri Lanka, Ini Penyebab Sebuah Negara Bisa Bangkrut - Kongres Advokat Indonesia

Belajar dari Kolapsnya Sri Lanka, Ini Penyebab Sebuah Negara Bisa Bangkrut

Sejumlah negara kini berada diambang kebangkrutan. Sri Langka adalah salah satu negara yang sudah lebih dulu masuk di situasi mengerikan tersebut.

Kebangkrutan Sri Lanka disebabkan krisis ekonomi dan politik yang dipicu oleh pandemi Covid-19 dan perang Rusia di Ukraina. Inflasi menembus 39,1% pada Mei sementara pemerintah kekurangan cadangan mata uang asing yang dibutuhkan untuk membayar impor.

Sri Lanka telah menangguhkan pembayaran sekitar US$ 7 miliar pinjaman internasional yang jatuh tempo tahun ini, dari total tumpukan utang luar negeri senilai US$ 51 miliar.

Kondisi yang serupa kini juga dialami beberapa negara, yaitu Pakistan dan Laos. Rasio utang pemerintah Laos mencapai 55,6% pada 2020 dan negara tersebut kini memiliki utang senilai US$ 14,5 miliar kepada krediturnya. Laos tidak memiliki cukup penerimaan untuk membayar utang.

Pakistan juga menghadapi ancaman default karena kemampuan mereka untuk membayar utang mengecil sementara beban subsidi menggunung. Padahal, ada utang jatuh tempo senilai US$ 6,4 miliar dalam jangka waktu tiga tahun ke depan. Rasio utang Pakistan mencapai 74% dari PDB pada 2021.

Di Afrika Selatan, negara dengan rasio utang terbesar di antaranya adalah Mozambik (133,6%), Angola (103,7%), Kongo (85,4%), Ghana (82,3%), Kenya (69,7%), Rwanda (74,8%), and Afrika Selatan ( 68,8%).

Bank Dunia sebelumnya menyoroti keterbukaan negara-negara berpenghasilan rendah di Afrika. Menurut Bank Dunia 40% dari negara tersebut tidak menerbitkan laporan utang mereka lebih dari dua tahun.

Bank Dunia juga mencatat beban utang negara berpendapatan rendah naik 12% menjadi US$ 860 miliar pada 2020 di mana beban berat ditanggung negara-negara Sub Sahara Afrika.

Sub Sahara Afrika menjadi wilayah yang paling mengkhawatirkan karena banyaknya negara yang akan mengalami goncangan kenaikan harga dan utang akibat krisis ekonomi dan pandemi Covid-19.

“Lebih dari 60% wilayah Sub-Sahara Afrika memiliki risiko tinggi karena beban utang yang naik akibat pandemi. Pengetatan kondisi keuangan global akan sangat menyulitkan mereka dalam mengakses pembiayaan,” tulis Bank Dunia dalam laporannya Global Economic Prospects.

Lonjakan utang pemerintah juga menjadi persoalan bagi negara seperti Fiji, Laos, dan Mongolia. Utang yang besar membuat mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan saat investor asing kabur. Rasio utang pemerintah dan swasta Fiji terhadap PDB mencapai 80% sementara Laos dan Mongolia yang memiliki rasio utang 60% terhadap PDB juga tidak akan mengalami hal serupa. CNBC

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024