Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, Jawa Barat angkat bicara soal penetapan Nurhayati sebagai tersangka kasus korupsi. Menurut pihak kejari, Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka bukan oleh pihak kejaksaan, melainkan oleh penyidik Polres Cirebon Kota.
Kepala Kejari Cirebon Hutamrin mengatakan, pihaknya tak punya wewenang dalam menjerat seseorang sebagai tersangka.
“Kami tidak bisa mengintervensi kepada penyidik. Tetapi yang bisa menetapkan tersangka adalah penyidik berdasarkan dua alat bukti,” kata Hutamrin dalam keterangan kepada pers, Minggu (20/2).
Hutamrin menjelaskan ihwal runutan perkara dugaan korupsi Kepala Desa Citemu, berinisial S. Setelah penyidikan oleh Polres Kota Cirebon, berkas perkara dugaan korupsi dengan tersangka S tersebut dilimpahkan ke Kejari Cirebon.
Kemudian, tim jaksa penuntut umum mengecek kelengkapan berkas tersebut dengan menggelar perkara berkoordinasi dengan pihak penyidik. Dalam gelar perkara diketahui bahwa dugaan korupsi tersebut merugikan keuangan daerah senilai Rp818 juta.
Selanjutnya, pihak penyidik melakukan ekspose dengan jaksa peneliti. Koordinasi tersebut dituangkan dalam berita acara koordinasi.
“Dalam salah satu poinnya, kesimpulan dari pada ekspose tersebut tertulis yang ditandatangani oleh pihak penyidik dan jaksa peneliti yang menyatakan agar penyidik melakukan pendalaman terhadap saksi Nurhayati,” ungkap Hutamrin.
Dalam koordinasi selanjutnya, jaksa menyarankan agar penyidik memeriksa Nurhayati lebih mendalam. Hutamrin pun menyatakan pihaknya tidak meminta agar Nurhayati dijadikan tersangka. Penetapan tersangka terhadap Nurhayati murni wewenang penyidik Polres Cirebon.
“Tidak ada yang mengatakan bahwa penyidik harus menetapkan saksi Nurhayati (tersangka), enggak ada. Yang ada melakukan pendalaman terhadap Nurhayati,” ucapnya.
Hutamrin menambahkan, pihaknya mengetahui Nurhayati menjadi tersangka usai penyidik mengirimkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP). Selanjutnya perkara atas nama N dan S selaku kepala desa dilimpahkan kepada Kejari Cirebon.
“Setelah dari pemeriksaan tersebut berdasarkan keterangan saksi, kita menyatakan kelengkapan formil dan materil untuk dua perkara tersebut telah lengkap. Jadi, kami tak punya kewenangan (menetapkan tersangka) kepada penyidik,” tuturnya.
Diketahui, Nurhayati, seorang ibu yang berprofesi sebagai Kaur Keuangan Desa Citemu, Kabupaten Cirebon mempertanyakan statusnya yang menjadi tersangka usai melaporkan kasus dugaan korupsi yang ada di desanya.
Lewat unggahan video yang viral di media sosial, Nurhayati mengungkapkan kekecewaan terhadap aparat kepolisian yang menjadikan ia tersangka.
“Saya ingin mengungkapkan kekecewaan saya terhadap aparat penegak hukum, di mana dalam mempertersangkakan (menjadikan tersangka) saya,” ujar Nurhayati dalam video tersebut.
Ia mengaku tidak mengerti dan janggal atas proses hukum terkait laporannya. Pasalnya, sebelumnya berstatus sebagai pelapor kasus korupsi di Desa Citemu.
Nurhayati mengaku sudah meluangkan waktu selama dua tahun untuk membantu proses penyidikan atas dugaan korupsi yang dilakukan Kepala Desa Citemu, berinisial S. Namun pada akhir Desember 2021 ia ditetapkan menjadi tersangka.
“Di ujung akhir tahun 2021, saya ditetapkan sebagai tersangka atas dasar karena petunjuk dari kejari,” kata Nurhayati.
Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar menuturkan alasan Nurhayati ditetapkan menjadi tersangka karena diduga terlibat yang dilakukan S.
Nurhayati dianggap melanggar pasal 66 Permendagri Nomor 20 tahun 2018 yang mengatur terkait masalah tata kelola regulasi dan sistem administrasi keuangan.
“Seharusnya saudari Nurhayati sebagai bendahara keuangan ini seharusnya memberikan uang kepada kaur atau kasi pelaksana anggaran. Akan tetapi uang itu tidak diserahkan kepada kaur atau kasi pelaksana kegiatan, namun diserahkan kepada kepala desa atau kuwu,” tambah Fahri. CNN