Fenomena La Sape di Kongo saat ini masih menjadi perhatian. Gerakan ini menjunjung keanggunan dalam gaya berpakain dan tata krama layaknya pesolek pada zaman kolonial.
Melansir The Culture Trip pada Minggu (21/11), La Sape sudah terjadi sejak lama. Sapeur (sebutan bagi anggota La Sape) biasanya mengenakan pakaian mewah bak kaum bangsawan. Bahkan, mereka rela mengutang demi bisa dianggap sebagai kaum berstrata sosial tinggi.
Meski faktanya, mereka kerap kali kesulitan untuk makan sehari-harinya.
Konon fenomena ini terjadi ketika Kongo berada di masa kolonial Perancis. Saat itu terdapat tuan tanah yang memberi upah kepada buruhnya berupa pakaian hingga mereka menirukan gaya orang Prancis itu.
Berdasarkan artikel La Sape: Tracing the History and Future of the Congo’s Well Dressed Men, la sape ini dibentuk oleh remaja asal Kongo yang pindah ke Paris, Prancis.
Jean Marc Zeita disebut membentuk perkumpulan imigran muda asal Kongo bernama Aventuries. Dalam Aventuries, para remaja meniru cara berpakaian orang Prancis, kemudian dibawa pulang ke kampung halaman.
Melansir YouTube RT Documentary, kerap kali kebiasaan Sapeurs ini membawa dampak buruk pada hidup mereka. Mereka harus rela tidak makan, meminjam hingga mencuri uang demi berpakaian mewah.
Harga busana Sapeurs rata-rata tiga kali lipat lebih besar dari penghasilan bulanan mereka. Selain itu, tersedia juga penyewaan baju mewah. Namun demikian, beberapa dari mereka kini berusaha untuk menemukan keseimbangan antara penampilan dan pengeluaran.
Rekan advokat ada tidak ya yang menerapkan gaya La Sape dalam hidupnya? Hehe … OKEZONE