Kai.or.id – Memperingati hari anti hukuman mati dunia setiap 10 Oktober, Intitute for Criminal Justice Reform ( ICJR) membedah penerapan hukuman mati di Indonesia.
Direktur ICJR Supriadi Eddyono mengatakan di tengah banyak negara menghapus penerapan hukum mati, di Indonesia justru terdapat potensi penambahan jenis tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati.
Diantaranya yakni yang berasal dari rancangan KUHP 37 jenis pidana, RUU Terorisme dua jenis tindak pidana, dan RUU penghapusan Kekerasan seksual satu jenis tindak pidana.
“Menambah deret panjang jenis tindak pidana yang diancam hukuman mati, setelah pada 2016 lalu muncul hukuman mati dalam Perppu kebiri,” katanya dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu, (10/10/2017).
Potensi penambahan ancaman hukuman mati tersebut menurut Supriadi menunjukan fenomena baru.
Di satu sisi pemerintah Indonesia melakukan pengetatan hukuman mati dengan menjadikannya hukuman alternatif.
Namun, pada sisi lain muncul jenis tindak pidana baru yang diancam dengan hukuman mati.
“Ini belum sejalan dengan ketentuan hukum hak asasi manusia internasional terutama batasan tindak pidanan yang dapat diancam dengan hukuman mati,” katanya.
Dalam RKUHP yang dibahas di DPR menurut Supriadi hukuman mati masih termasuk pidana pokok. Namun, bersifat khusus dan akan diberlakukan alternatif.
Pemerintah menurutnya berupaya untuks ecera selektif menerapkan hukuman mati.
Namun, hal tersebut sia-sia karena banyaknya tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati.
Dalam RKUHP, tiga pola pengancaman pidana mati secara alternatif, yakni pidana mati/seumur hidup/penjara, pidana mati/penjara/denda, dan terakhir pidana mati/seumur hidup/penjara/denda.
Sementara dalam KUHP sebelumnya pidana mati dijadikan sebagai pidana pokok terberat.