Kai.or.id – Komisi Yudisial (KY) akan mengamati putusan Hakim Cepi Iskandar, yang mengabulkan sebagian gugatan praperadilan Setya Novanto.
“Saya kira enggak perlu disuruh-suruh pasti dia mengamati, melihat. Apalagi ini sudah menjadi perhatian publik,” kata Fadli kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini mengatakan setiap putusan dari hakim pasti menimbulkan pro dan kontra.
Namun, dirinya mengaku heran kenapa hanya putusan praperadilan Novanto diributkan. Padahal, Hakim Cepi juga merupakan hakim tunggal yang pernah menolak gugatan praperadilan yang diajukan Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo.
Hary ditetapkan tersangka atas kasus sms bernada ancaman kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto oleh Bareskrim Mabes Polri.
Dia dikenakan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) mengenai ancaman melalui media elektronik.
“Ini kan hakim yang sama ketika memutus persoalan praperadilan Pak Hary Tanoe misalnya. Dalam persoalan Pak Hary Tanoe kok enggak dipersoalkan? Kenapa keputusan Pak Hary Tanoe ditolak gitu ya. Kenapa yang sekarang dipersoalkan,” kata Fadli.
“Jadi kita hargai dulu lah proses yang ada. Dan kalau menyangkut masalah kaidah-kaidah hukum ya tentu ada ahli-ahli yang lebih tahu sampai sejauh mana,” tambahnya.
Lebih lanjut Fadli berharap, agar hukum tidak dijadikan alat kepentingan politik atau kekuasaan termasuk dalam gugatan praperadilan Setnov.
“Jadi menurut saya kita perlu hargai proses hukum, dan harusnya hukum tidak boleh menjadi alat kepentingan alat kekuasaan,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho meminta KPK dan Komisi Yudisial mengawasi hakim praperadilan Ketua DPR Setya Novanto.
“KPK dan Komisi Yudisial sebaiknya awasi secara ketat hakim praperadilan karena potensi hakim melakukan penyimpangan saat ini sangat mungkin,” kata Emerson dalam keterangan tertulis, Selasa (26/9/2017).