Kompas.com – Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta ketegasan sikap Presiden Joko Widodo soal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Jika Presiden tidak tegas, Fadli khawatir DPR dijadikan kambing hitam.
Nantinya, kata Fadli, bisa saja DPR dicap oleh masyarakat sebagai pihak yang ngotot merevisi UU yang dianggap melemahkan KPK ini. Setelah itu, lanjut dia, pemerintah menolak dan diapresiasi oleh masyarakat.
“Kita tidak mau seolah-olah DPR yang ngotot, terus tiba-tiba Presiden keluar jadi pahlawan,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (19/2/2016).
Oleh karena itu, lanjut Fadli, pimpinan DPR berencana melakukan rapat konsultasi dengan Presiden untuk meminta penegasan pemerintah soal revisi UU KPK ini. Rapat konsultasi akan dilakukan sebelum rapat paripurna penetapan revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR, Selasa (23/2/2016).
Jika pemerintah menolak, maka DPR tidak perlu melanjutkan karena revisi suatu UU harus dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan DPR. “Pemerintah harus jelas sikapnya. Kalau setuju bilang setuju, tidak bilang tidak. Supaya jangan berlarut-larut,” ucap Fadli.
Menkumham Yasonna Laoly dan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan selama ini mendorong agar UU KPK direvisi. Namun, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi menyebut bahwa pelemahan KPK akan terjadi jika dalam revisi diselipkan pasal yang membatasi masa tugas KPK, menghapus kewenangan penuntutan, dan diaturnya mekanisme penyadapan dengan izin pengadilan.
Adapun pimpinan KPK terus melontarkan penolakan atas rencana revisi UU KPK, yang dianggap akan mengganggu pemerantasan korupsi. Penolakan itu secara resmi sudah disampaikan kepada DPR. Pimpinan KPK tidak hadir dalam pembahasan, tetapi hanya menyampaikan sikap lewat surat.
KPK menyarankan DPR bersama dengan pemerintah lebih mendahulukan membahas beberapa UU lain yang terkait dengan pemberantasan korupsi. Bahkan, pimpinan KPK akan menemui Presiden untuk meyampaikan penolakan atas revisi itu.
Setidaknya ada empat poin yang ingin dibahas dalam revisi, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.
Hingga saat ini, baru tiga fraksi yang menolak pembahasan revisi dilanjutkan karena menganggap akan melemahkan KPK. Ketiga fraksi itu yakni Gerindra, Demokrat, dan PKS. Sementara itu, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PAN, Fraksi PKB, dan Fraksi Hanura tetap menginginkan adanya revisi terhadap UU KPK.
(Kongres Advokat Indonesia)