Kai.or.id – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) membantah tuduhan bahwa acara seminar yang diadakannya pada 16 dan 17 September 2017 merupakan acara yang berbau komunisme.
Ketua YLBHI bidang advokasi Muhammad Isnur menegaskan acara bertajuk “Asik Asik Aksi” itu murni merupakan diskusi soal sejarah tragedi kemanusiaan pada tahun 1965.
Isnur menceritakan seperti yang terjadi pada seorang penari istana pada zaman Soekarno yakni Ibu Nani.
Ketika 1965, wanita ini dituduh PKI karena pernah menari di hadapan Presiden Soekarno. “Padahal dia simpatisan saja enggak. Dia masih anak-anak, lalu dipenjara belasan tahun,” ujar Isnur, Senin (18/9).
Isnur menambahkan, akhirnya Nani dihukum tanpa melalui peradilan yang adil, bahkan ia tidak pernah mendapat rehabilitasi.
“Dapat KTP saja susah sampai usia tua. Orang-orang seperti ini yang harus LBH damping, negara harus punya perhatian pada mereka. Hanya karena dituduh, hanya karena ada stigma terhadap mereka, padahal mereka tidak melakukan apa-apa,” ungkapnya.
Sedangkan Ketua Komnas Perempuan Azriana menjelaskan para korban seperti Nani tak layak dimintai pertanggunag jawaban atas PKI.
Karenanya, pihkanya mengajak semua pihak untuk turut andil dalam pemulihan para korban tragedy kemanusiaan 1965 itu, lantaran mereka hanyalah masyarakat sipil yang menjadi korban.
“Tidak ada kaitan, bukan anggota partai komunis. Itu rata-rata penyintas yang kami dokumentasikan,” kata Azriana.
Terkait insiden penyerangan, ia mengatakan hal itu dilakukan oleh massa yang terhasut isu PKI hingga menyababkan mereka tak lagi mampu menggunakan akal sehatnya.
“Ini lansia-lansia apa lagi yang bisa mereka lakukan, mau bikin apa mereka, untuk berjalan saja mereka sulit,” tuturnya.