Kongres Advokat Indonesia (KAI) mendesak pemberi hadiah Nobel Perdamaian agar mencabut penghargaan yang pernah diberikan kepada Aung San Syuu Kyi karena tak bereaksi terhadap kekerasan pemerintah Myanmar terhadap etnis muslim Rohingya.
“Aung San Suu Kyi tak bergeming dan tutup mata terhadap pembantaian yang terjadi maka kami menyatakan protes keras kepada pemerintah Myanmar,” ujar Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto seperti dikutip dari rilis kepada Tirto, Selasa (5/9/2017).
Menurut Tjoetjoe Sandjaja, KAI menyerukan Pemerintah Myanmar untuk segera menghentikan tindakan biadab yang melecehkan harkat dan martabat kemanusiaan dengan melakukan genosida terhadap etnis muslim Rohingya.
“Sebelum korban semakin banyak berjatuhan, kami mohon Myanmar Bar Association untuk dapat menyerukan penghentian atas penindasan terhadap hak-hak asasi manusia,” ujarnya.
KAI meminta pada organisasi advokat Myanmar Bar Association untuk turut menyatakan protes keras terhadap pemerintah Myanmar terkait pelanggaran HAM terhadap komunitas muslim Rohingya.
“Kami serukan untuk menyeret para pelaku pembantaian tersebut, termasuk Bikshu Wirathu, ke meja hijau dan memberi hukuman yang seberat-beratnya,” tegasnya.
Terkait konflik yang terjadi di Rakhine, dikatakan Tjoetjoe, pemerintah Myanmar diharapkan segera memberikan status kewarganegaraan kepada etnis Rohingya.
KAI juga mengeluarkan rekomendasi bagi PBB dan ASEAM untuk menyelidiki dan mengambil tindakan obyektif dan tegas kepada pemerintah Myanmar.
“Kami harap PBB dapat menyeret para pelaku kejahatan ke Mahkamah Internasional untuk dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan kemanusiaan terbesar pada abad ini,” katanya.
Selain itu, KAI juga mengimbau kepada PBB dan ASEAN maupun organisasi internasional lainnya untuk memberikan bantuan atas segala keperluan yang dibutuhkan bagi etnis Rohingya. sumber