kai.or.id – Negara terbuka harus siap menerima orang asing yang datang dan konsekuensi tindak kejahatan yang dilakukan warga negara asing di Indonesia, Minggu (6/8).
Berbagai kejahatan yang melibatkan sindikat warga negara asing harus dipandang sebagai peristiwa pidana , yang tidak terkait dengan proses keimigrasian.
“Indonesia bukan lagi negara di tahun 1930 masih dalam jaman kolonialisasi. Dalam sebuah tindak kejahatan yang dilakukan WNA dibedakan antara peristiwa keimigrasian dan peristiwa pidana,” ujar Agung Sampurno, Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi.
Agung menjelaskan, tidak ada yang salah terkait peristiwa kemigrasian. Keabsahan setiap warga negara asing yang masuk kedalam wilayah Indonesia melalu jalur resmi yang ditetapkan dan membawa paspor, kemudian mendapatkan visa izin tinggal.
Warga negara asing yang hendak masuk ke Indonesia pastinya telah melewati proses administrasi dan fisik. Dokumen, surat serta fisik WNA yang masuk ke Indonesia sebelumnya akan diperiksa oleh Imigrasi.
Setiap kedatangan WNA ke sebuah negara pasti bisa melakukan tindakan apa saja, tindakan tersebut bisa positif maupun negative. Sebab manusia memiliki sifat yang dinamis sehingga bisa melakukan hal tersebut.
WNA yang masuk dengan prosedur yang sesuai dan legal lalu melakukan tindak kejahatan kriminal berbeda dengan yang melakukan pelanggaran kemigrasian. Kedua hal tersebut tidak dapat disamakan.
“Dapat dikatakan peristiwa kemigrasian ketika warga negara asing melakukan tindak pidana pelintas batas negara baik pidana umum maupun pidana kemigrasian,” tambah Agung.
Kejahatan Cyber atau tindak pidana hukum lainnya yang akhir-akhir ini kerap terungkap oleh kepolisian merupakan bagian dari organisasi kejahatan internasional. Tindakan tersebut tidak terkait dengan imigrasi.
Visa dalam proses kemigrasian merupakan alat yang bisa dipergunakan dengan baik maupun digunakan untuk tujuan kejahatan. (HSN)