Kai.or.id – Presidential Threshold menyita perhatian lantaran beberapa fraksi tak sepakat bila dijadikan landasan hukum pada Pemilu serentak 2019, Selasa (01/08).
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang akan menjadi landasan hukum pada pemilu serentak 2019 mendatang. Keputusan menerapkan Presidential Threshold menjadi kontroversi.
Beberapa fraksi yang menolak ketika Sidang Paripurna adalah Partai Demokrat, PAN, PKS dan Gerindra. Keempat partai politik (parpol) itu memiliki kesamaan pandang politik bahwa pemilu serentak 2019 tidak relevan jika menerapkan Presindetial threshold.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo menegaskan akan mendukung pihak yang mengajukan gugatan uji materi atau Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK)
“Secara logika jelas demikian (mendukung pihak yang ajukan JR ke MK),” ujar Roy.
Roy yang juga anggota DPR RI memberikan sinyal bahwa Demokrat aka nada kejutan terkait isu tersebut. namun, dia tidak mencetikan secara jelas apa kejutan tersebut.
Roy menekankan bahwa sikap internal Demokrat masih tetap pada tidak relevannya Pemilu serentak 2019 menerapkan ambang batas suara dalam mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.
“Sebab bagaimana pun juga sesuai keputusan MK tentang Pemilu bersamaan maka seberapa pun presentase PT-nya akan tidak sesuai logika akal sehat. Jadi soal adanya JR di MK, kita tunggu saja,” ungkap Roy.
Dalam Sidang Paripurna 20 Juli 2017 lalu, dari lima paket UU yang dibentuk. Akhirnya, yang disetujui DPR melalui voting adalah paket A yang menyatakan ambang batas Presiden: 20/25 persen, ambang batas parlemen: empat persen, sistem pemilu: terbuka, besaran kursi: tiga sampai sepuluh dan konversi suara: sainte lague murni.