Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2/2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan masih menjadi kontroversi.
Salah satu poin yang menjadi penolakan masyarakat atas isi perppu adalah kewenangan pemerintah yang dapat langsung membubarkan ormas yang dianggap anti Pancasila tanpa proses pengadilan.
Anggota DPD RI Fahira Idris menjelaskan, lima sila dalam Pancasila secara tersirat dan tersurat menginginkan Indonesia dikelola dengan prinsip-prinsip demokrasi. Artinya, setiap kebijakan penguasa selain harus berdasarkan kebutuhan rakyat juga tidak boleh melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
“Lima sila Pancasila itu implementasi nyata dari nilai-nilai demokrasi. Kita teriak ‘Saya Pancasila’ tetapi kita menabrak prinsip-prinsip demokrasi yang ada di dalam Pancasila. Di negera demokratis seperti Indonesia, hanya palu hakim lah yang berhak membubarkan ormas yang dinilai anti Pancasila, bukan eksekutif apalagi legislatif,” ujar Fahira dalam keterangannya, Senin (24/7).
Menurutnya, yang membedakan negara demokrasi dan bukan demokrasi adalah sejauhmana lembaga peradilan diberi peran dalam menjaga check and balance dari pemegang kekuasaan. Jika negara tersebut demokratis maka lembaga peradilan menjadi aktor kunci menjaga check and balance dari pemegang kekuasaan, sehingga akuntabilitasnya terjaga sebagaimana aturan main dari demokrasi.
Fahira menambahkan, lembaga peradilan dalam negara demokrasi juga sebagai pemasti agar tidak ada kebijakan pemegang kekuasaan yang melanggar hak asasi manusia.
“Untuk Perppu Ormas, prinsip demokrasi tidak dijalankan karena lembaga peradilan tidak diberi peran sama sekali. Padahal, keputusan pembubaran sebuah ormas menyangkut hajat hidup orang banyak. Saya yakin perppu ini akan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, karena selain tidak memenuhi unsur kegentingan juga mengabaikan lembaga peradilan sebagai salah satu pilar demokrasi,” pungkasnya. Sumber