Tajudin si penjual cobek memperbaiki gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menggugat UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), karena UU itu mengantarkannya ke penjara atas tuduhan mengekseplotasi anak.
Menurut Tajudin, yang diwakili oleh LBH Keadilan, UU yang digugatnya multitafsir. UU juga bertentangan dengan Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi:
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
“Terkait dengan bagaimana suasana kebatinan penyusun perubahan UUD 1945. Di sana, kami temukan bahwa ada pandangan (alasan lahirnya pasal di atas) berdasarkan Pancasila. Antara lain, yang salah satunya adalah hubungan sila kedua, yaitu Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dengan Pasal 27 dan pasal-pasal yang lain,” kata Andrean Saefudin di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Dalam kasus terkait, Tajudin, karena rasa kemanusiaannya, pada akhirnya dia diminta oleh keponakannya yang berjumlah dua orang untuk membantu dia sebagai pedagang cobek. Karena rasa kemanusiaan, akhirnya Tajudin menolong keponakannya.
Apalagi, secara budaya ke-Indonesia-an, seorang anak bekerja untuk membantu mencari nafkah bagi orang tua merupakan hal yang wajar untuk dilakukan.
Namun rasa kemanusiaan itu malah mengantarkannya ke penjara dengan dalih telah mengeksploitasi anak. Ia ditahan selama 9 bulan, dan belakangan dibebaskan PN Tangerang pada awal Januari 2017 ini. Oleh sebab itu, Tajudin meminta penafsiran terbatas pada kata ‘eksploitasi’ anak.
“Jadi, frasa mengeksploitasi ini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika dimaknai dengan tujuan untuk mendidik anak-anak, melatih, membantu orang tua dan sebagainya,” kata Andrean.
Menurut tim Tajudin, masyarakat di desa yang ditinggali Tajudin, termasuk masyarakat desa miskin yang rentan dan harus dilindungi. Hal itu sesuai dengan Pasal 28 H ayat 2 UUD 1945.
“Kampung Pemohon dapat dikategorikan daerah miskin yang memerlukan bantuan dari pemerintah sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Karena itu, Pemohon memandang bahwa Pemohon memenuhi kualifikasi sebagai orang yang dapat kemudahan atau perlakuan khusus di dalam hukum,” ujar Andrean.
Sebagaimana diketahui, Tajudin dibui 9 bulan tanpa dosa sehingga memaksa Tajudin mencari keadilan ke MK. Ia sempat menginap di penjara dengan tuduhan mengeksploitasi anak jualan cobek. Selidik punya selidik, anak itu dengan sukarela jualan cobek guna membantu ekonomi keluarganya. Akhirnya Tajudin dibebaskan PN Tangerang awal 2017 ini. Sumber
Kongres Advokat Indonesia