Koalisi Selamatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai Komnas HAM membutuhkan undang-undang tersendiri, karena itu payung hukum tentang Komnas HAM saat ini, yakni Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM perlu direvisi.
Anggota Koalisi Selamatkan Komnas HAM Yunita mengatakan selama ini Komnas HAM tidak memiliki aturan sendiri yang mengatur tentang kinerja dan kewenangan Komnas HAM. Aturan tentang Komnas HAM selama ini mengacu pada UU nomor 39 tahun 1999.
Padahal, menurutnya di negara lain, lembaga seperti Komnas HAM memiliki aturan tersendiri yang mengatur tentang kinerja dan kewenangannya.
“Di negara lain Komnas HAM diatur dengan UU sendiri, tidak seperti kita di mana Komnas HAM hanya diatur dalam beberapa pasal dalam undang-undang HAM,” ujar Yunita dalam acara Media Briefing Koalisi Selamatkan Komnas HAM di Cikini, Jakarta, Minggu (16/7).
Yunita menyebut ada ketidakjelasan dalam beberapa pasal di UU nomor 39/1999 yang mengatur tentang Komnas HAM tersebut. Akibatnya, banyak penafsiran tentang Komnas HAM.
“Dengan begitu banyak penafsiran, hal ini mudah disalahgunakan sehingga bagaimana Komnas HAM begitu tergantung pada individu yang akan bekerja di Komnas HAM,” katanya.
Totok Yulianto, anggota Koalisi Selamatkan Komnas HAM lainnya, mengatakan sebenarnya revisi UU nomor 39/1999 pernah masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas). “Tapi yang kami sayangkan ini tidak didorong secara serius oleh Komnas HAM periode 2012-2017,” ucap Totok.
Aturan untuk Komnas HAM tersebut, lanjut Totok menjadi suatu hal yang penting untuk memberikan kejelasan bagi Komnas HAM, baik secara manajerial maupun wewenang.
Salah satunya terkait dengan rekomendasi yang selama ini dikeluarkan oleh Komnas HAM. Kerap kali rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komnas HAM hanya sebatas pada rekomendasi semata tanpa ada tindakan lebih lanjut.
“Kalau masuk Undang-Undang walaupun setingkat pejabat negara tapi kalau dapat rekomendasi dari Komnas HAM harus dijalankan,” ujar Totok.
Kata Totok, artinya, rekomendasi ini menjadi titik tolak suatu institusi, perusahaan, atau kelompok dalam melaksanakan kemajuan atau penghormatan terhadap HAM. “Kalau tidak dilakukan bisa dikatakan tidak menghormati HAM,” imbuhnya. Sumber
Kongres Advokat Indonesia