Cnnindonesia.com – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrahman Ruki menanti ketegasan Presiden Joko Widodo terkait hak angket DPR terhadap KPK. Ruki menilai, Jokowi mestinya berkomitmen kuat dalam pemberantasan korupsi, termasuk ketika muncul hak angket tersebut.
“Kita memerlukan pemimpin yang punya strong dan sustainable commitment dalam pemberantasan korupsi,” kata Ruki di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/7).
Selama kepemimpinan beberapa presiden, kata Ruki, permasalahan korupsi terkesan hanya menjadi kepentingan saat pemilihan umum. Namun setelah itu tak ada tindakan nyata yang ditunjukkan. Artinya, menurut Ruki, tak ada komitmen kuat untuk memberantas korupsi.
Selain presiden, lanjut Ruki, untuk memberantas korupsi juga dibutuhkan peran Ketua Mahkamah Agung (MA). Kebijakan Ketua MA dinilai akan sangat mengikat para hakim. Selama ini, perkara korupsi hanya divonis ringan, mulai satu tahun hingga lima tahun penjara.
Padahal kerugiannya mencapai triliunan rupiah. “Tentu hakim memutus berdasarkan pembuktian di persidangan, tapi arahannya sudah cukup jelas. Bayangkan jika dalam kasus tipikor sudah terbukti tapi dihukum hanya satu tahun, itu kan namanya tidak punya komitmen,” ucapnya.
Berdasarkan Corruption Perception Index (CPI), Indonesia masih berada di bawah skor empat, yang berarti termasuk negara dengan tingkat korupsi cukup tinggi. Skor CPI sendiri punya rentang 0 sampai 100, dengan negara paling bersih dari korupsi adalah skor 100.
Mantan pimpinan KPK Candra Hamzah menilai, hasil CPI itu masih sangat memprihatinkan. Kini, perlawanan untuk memberantas korupsi justru muncul melalui hak angket DPR. “Kita masih negara yang masih dianggap korup. Jangan sampai upaya pemberantasan korupsi ini berhenti,” ucapnya.
Candra berharap pemerintah terus berkomitmen mempertahankan KPK. Sebab lembaga anti korupsi itu termasuk ‘anak kandung’ reformasi bersama sejumlah lembaga lain seperti Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi yang bertujuan membersihkan pengadilan.
“Anak kandung reformasi ini yang harus dijaga sama-sama dan ini titik batas apakah kita mau lanjut atau tidak,” ucapnya tegas.
Kongres Advokat Indonesia