Kompas.com – Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK berencana memanggil sejumlah pakar hukum tata negara untuk dimintai pendapat terkait posisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ketatanegaraan.
Salah satunya ialah Yusril Ihza Mahendra. Hal itu disampaikan anggota Pansus Angket KPK, Muhammad Misbakhun, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/7/2017).
Terlebih, kata Misbakhun, Yusril merupakan Menteri Kehakiman dan HAM saat KPK dibentuk, sehingga ia mengetahui prosesnya.
“Tentu kita perlu dengarkan Prof Yusril karena pada saat undang-undang KPK disusun beliau yang mewakili pemerintah sebagai menteri kehakiman, beliau yang tahu asal usulnya dan bagaimana posisi kelembagaannya,” ujar Misbakhun.
Dengan mengundang Yusril, Misbakhun berharap DPR memperoleh kejelasan terkait posisi kelembagaan KPK dalam tata kelola pemerintahan.
“Orang kan mengatakan KPK itu posisinya ada di wilayah mana, angket itu seperti apa dan sebagainya. Kita perlu kearifan secara ketatanegaraan. Posisi KPK dimana (sebenarnya),” lanjut politisi Golkar itu.
Pansus Angket KPK tetap berjalan meski dikritik berbagai pihak. Pansus ini muncul pascapenyidikan kasus korupsi e-KTP oleh KPK yang menyeret sejumlah anggota DPR.
Para pakar yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menilai, pembentukan Pansus Hak Angket KPK oleh DPR RI cacat hukum.
APHTN-HAN bersama Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas mengkaji soal pembentukan Pansus hak angket. Kajian yang ditandatangani 132 pakar hukum tata negara seluruh Indonesia tersebut diserahkan ke KPK.
Kongres Advokat Indonesia