Republika.co.id – Direktur Lembaga Pengkajian Independen Kebijakan Publik (LPIKP), Romly Atmasasmita membeberkan jumlah total hibah yang diterima Indonesia Corruption Watch (ICW) periode 2005-2014 sebesar kurang lebih Rp 90 miliar. Laporan tersebut merujuk pada buku ‘Sisi Lain Akuntabilitas KPK dan Lembaga Pegiat Antikorupsi: Fakta dan Analisis’ oleh LPKIP.
Menanggapi hal tersebut, pengamat hukum tata negara dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf menyatakan, sebesar apapun dana hibah yang diterima suatu lembaga, terutama lembaga antikorupsi seperti ICW, selama itu tidak mengurangi keobjektifan atau keakuratan anilisis kinerjanya, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Namun sebaliknya, jika sumbangan tersebut sah, namun berpengaruh pada independensi kinerja itu menjadi tidak etis.
“Jangan juga uang tersebut dijadikan sebagai pesanan. Sah, tapi dijadikan pesanan tertentu, gimana si pemilik uang. Jangan sampai LSM antikorupsi diperalat,” kata Warlan saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (1/7).
Selain itu, jelas Warlan, akan tidak etis juga jika uang tersebut hanya untuk menjatuhkan reputasi salah satu pihak. Sehingga, Warlan berharap, ICW sebagai LSM antirusuah bisa tetap menjaga independensi kelembagaan agar kepercayaan masyarakat masih tetap terjaga. “Dia bermain dengan data atau suatu yang objektif. Jadi harus hati-hati,” jelas Warlan.
Sebelumnya, dalam buku Sisi Lain Akuntabilitas KPK dan Lembaga Pegiat Antikorupsi: Fakta dan Analisis oleh Lembaga Pengkajian Independen Kebijakan Publik (LPIKP) total hibah yang diterima ICW merunut pada laporan keuangan periode 2005-2014 dengan total IDR 91.081.327.590.02 dan hibah asing IDR 54.848.536.364.73. Direktur LPIKP Prof Romly Atmasasmita menyebut, dengan jumlah dana hibah sebanyak itu, seharusnya sumber dana tersebut bisa dibuka dan dibagikan kepada LSM lain agar gerakannya masif.
Kongres Advokat Indonesia