Beritasatu.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sebanyak 5.810 temuan kelemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan senilai Rp 19,48 triliun.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan badan lainnya, BPK mengungkap 5.810 temuan itu memuat 1.393 kelemahan SPI dan 6.201 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Temuan itu terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IFIPS) II Tahun 2016 yang disampaikan Ketua BPK Harry Azhar Azis kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/4).
“Dari ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan, ada yang berdampak finansial atau 32% senilai Rp 12,59 triliun,” kata Harry.
IHPS II Tahun 2016 merupakan ringkasan dari 604 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diselesaikan BPK, pada semester II tahun 2016.
LHP tersebut meliputi 81 LHP pada pemerintah pusat (13%), 489 LHP pada pemerintah daerah dan BUMD (81%), serta 34 LHP (6%) pada BUMN dan badan lainnya.
Harry mengatakan, LPH berdasarkan jenis pemeriksaan, terdiri atas 9 LHP keuangan (1%), 316 LHP kinerja (53%), dan 279 LHP dengan tujuan tertentu (PDTT) (46%).
Hasil pemeriksaan BPK pada Semester II Tahun 2016 adalah terkait pengelolaan pendapatan pajak dan pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“BPK menyimpulkan bahwa kegiatan pengawasan dan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak belum sepenuhnya sesuai ketentuan yang berlaku,” katanya.
Disebutkan, permasalahan yang perlu mendapat perhatian antara lain, WP Wajib Pungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada empat KPP WP Besar, terindikasi belum menyetorkan PPN yang dipungut sebesar Rp 910,06 miliar dengan potensi sanksi administrasi bunga minimal Rp 538,13 miliar. Selain itu, Wajib Pungut PPN terlambat menyetorkan PPN yang dipungut dengan potensi sanksi administrasi berupa bunga sebesar Rp 117,70 miliar.
Sedangkan terkait pemeriksaan atas pengelolaan PNBP, menurut Harry, permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah piutang macet biaya hak penggunaan frekuensi berpotensi tidak tertagih sebesai Rp 1,85 triliun pada Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Temuan lainnya adalah tentang pengenaan tarif biaya pendidikan dan sewa barang milik negara pada Perguruan Tinggi Agama Negeri belum mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan, sehingga tidak memiliki landasal hukum yang kuat.
IHPS Tahun 2016 juga memuat hasil pemantauan pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan.
Sejak 2005 sampai dengan 2016, BPK telah menyampaikan 437.343 rekomendasi hasil pemeriksaan BPK kepada entitas yang diperiksa senilai Rp241,71 triliun. Secara kumulatif sampai dengan 2016, rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan Periode 2015-2016 tela itindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset, penyetoran uang ke kas negara/daerah sebesar Rp70,19 triliun.
Dari entitas yang diperiksa BPK selama 2016, terdapat 10 entitas telah selesai menindaklanjuti rekomendasi BPK pada periode yang sama. Sepuluh entitas tersebut adalah Dewan Ketahanan Nasional, Badan Intelijen Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Badan Koordinasi Penanam Modal, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta Pemkab Lampung Barat, Pemkab Pringsewu, Pemkab Boyolali, Pemkot Bima, dan Pemkab Lamandau.
“Hal ini menunjukkan adanya komitmen yang tinggi dari pimpinan entitas tersebut untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK,” ujarnya.
Kongres Advokat Indonesia