Hukumonline.com – Firma hukum dipandang perlu untuk mengasuransikan pendapat hukumnya.
Siapa yang mengira jika sebuah pendapat profesional dapat digugat dan dianggap sebagai bentuk malpraktik? Buktinya, firma hukum sekelas Ali Budiarjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR) tengah berhadapan dengan gugatan senilai AS$4 juta yang dilayangkan kliennya lantaran tak puas dengan legal opinion (pendapat hukum) yang diberikan ABNR.
Kliennya yang bernama Sumatra Partners LLC menilai nasehat profesional dari ABNR telah merugikan Sumatra Partners. Adapun nasihat yang berakibat “mahal” tersebut lantaran ABNR dianggap lalai memberitahukan kepada Sumatra Partners untuk mengambil kebijakan bisnis yang tepat.
Sebaliknya, ABNR dengan tegas menampik telah melakukan kelalaian dalam memberikan opini hukum profesional. ABNR menyatakan para konsultan hukum telah berupaya maksimal dalam memastikan kebenaran dan keakuratan pendapat hukum tersebut serta dilengkapi dengan bukti-bukti yang otentik.
Tak hanya kasus ABNR, kasus serupa juga pernah dialami salah satu kantor hukum besar di Indonesia, yaitu Hadinoto, Hadiputranto & Partners (HHP). HHP juga digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh kliennya terkait dengan jasa hukum yang diberikan untuk Permindo.
Saat itu, Permindo menyewa jasa HPP untuk menyelesaikan sengketa perjanjian pengeboran minyak yang melibatkan Pilona Petro Tanjung Lontar Ltd dan Equatorial Energy Inc. Namun, HHP dianggap lalai dan akhirnya merugikan Permindo. Untungnya, majelis meloloskan HHP.
Pengalaman dua kantor hukum besar di Indonesia ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi firma hukum lainnya bahwa sebuah pendapat hukum profesional masih tetap bisa digugat. Meskipun para konsultan berdalih telah bersikap profesional, para klien yang tak puas bisa saja sewaktu-waktu menyeret para corporate lawyer ini ke meja hijau. Artinya, anda tak aman bekerja, bung!
Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Erman Rajagukguk pernah mengatakan salah satu tindakan pengamanan dari ancaman para klien yang marah adalah dengan mengasuransikan pendapat hukum para konsultan hukum. Salah satu negara yang mengasuransikan pendapat hukum para pengacaranya adalah Inggris.
Lantaran Inggris mengasuransikan para konsultannya, tak ayal jika para pengacara Inggris jasanya sangat mahal. Klien harus membayar mahal para konsultan hukum jika ingin menggunakan jasa-jasa mereka. “Jadi, jangan heran jika pengacara Inggris sangat mahal karena mereka mengasuransikan pendapat hukum para pengacaranya,” tutur Erman di sebuah talkshow hukumonline beberapa waktu lalu.
Menanggapi komentar Erman, Financial Lines PT AIG Insurance Indonesia, Mega Manurung mengatakan di Indonesia juga telah memiliki asuransi yang ditujukan untuk melindungi para konsultan hukum yang dianggap lalai atas pendapat hukumnya.
Mega mengatakan, saat ini, di perusahaannya tercatat baru 10 kantor hukum yang menggunakan asuransi tersebut. Meskipun baru 10 kantor hukum, Mega menceritakan ada satu kantor hukum yang bergabung dengan perusahaan asuransinya yang telah mengajukan klaim senilai AS$4 juta. Namun, dirinya enggan menyebutkan kantor hukum mana.
Pentingnya Asuransi Legal Opinion
Melihat kasus ABNR, salah satu arbiter yang sering beracara ke Inggris, Asrul Sani menyatakan asuransi untuk legal opinion dinilai sangat penting mengingat kondisi hukum Indonesia yang tidak pasti sehingga rawan dengan gugatan sejenis.
“Kasus ABNR bukanlah yang pertama. Untuk sebuah negara yang legal certainty-nya itu rendah, asuransi tersebut perlu. Sementara itu, kepastian di negara kita itu adalah ketidakpastian itu sendiri.” tutur Asrul Sani ketika dihubungi hukumonline, Jumat (25/10).
Pengalaman untuk mengasuransikan pendapat hukum ini bisa merujuk kepada Australia dan Inggris. Australia sendiri, Asrul mengatakan asuransi jenis tersebut telah fenomenal sejak 1995. Kala itu, para pengacara Australia banyak yang digugat terkait dengan jasa hukum yang diberikan. Begitu pula dengan Inggris. Negara Ratu Elizabeth ini telah memulai asuransi tersebut justru sejak 1980-an. Namun, Asrul tidak mengetahui pasti kapan asuransi ini naik pamor di Inggris.
Salah satu nama asuransi yang digunakan para pengacara tersebut adalah Profesional Indemnity Insurance (PII). Asuransi ini tidak hanya digunakan untuk jasa pengacara, tetapi juga untuk profesi-profesi lain seperti dokter dan akuntan. Khusus para pengacara, asuransi jenis tersebut hanya dikhususkan bagi corporate lawyer, bukan para litigator. Soalnya, untuk menentukan kelalaian jasa litigator sedikit sulit.
“Litigasi susah, karena kalah menang itu tak bisa dijamin,” tutur Asrul.
Asrul juga menceritakan bahwa ada perbedaan premi yang harus dibayar untuk setiap area kerja para pengacara. Untuk legal opinion yang berkaitan dengan kepentingan publik, seperti pasar modal, preminya sedikit lebih mahal ketimbang private transaction. Soalnya, pendapat hukum para konsultan pasar modal sangat dibutuhkan bagi para investor. Keputusan yang akan diambil para investor sangat bergantung pada prospektus yang dibuat para konsultan hukum tersebut.
Melihat hal tersebut, Asrul mengamini pendapat Erman yang menyatakan pengacara Inggris sangat mahal. Pasalnya, para pengacara tersebut “membebankan” asuransinya kepada klien. Hal ini berbanding lurus dengan pendapatan yang diterima para pengacara Inggris. Untuk lulusan muda saja yang bekerja di kantor hukum besar di Inggris, mereka telah dibayar sejumlah £38 ribu. Setahunnya, pendapatan mereka setara dengan Rp700 juta. Sementara itu, para senior lawyernya dibayar di atas AS$1000 per jam.
“Otomatis mereka sangat mahal karena ada premi untuk itu,” pungkasnya.