Cnnindonesia.com – Kesepakatan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ‘kulonuwun’ dalam menggeledah atau menyita di kantor lembaga penegak hukum lain dinilai akan menghambat kerja lembaga antirasuah.
Dalam nota kesepahaman antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung, ada beberapa ketentuan termasuk yang mengatur bahwa KPK harus memberitahukan pimpinan lembaga yang anggotanya dipanggil.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Oce Madril mengatakan, ketentuan itu justru menciptakan prosedur baru yang bertentangan dengan peraturan dalam undang-undang. Menurut Oce, tak ada aturan baku yang menyebutkan soal kewajiban pemberitahuan saat menggeledah.
“Memang bahasa halusnya pemberitahuan, tapi saya menduga praktiknya itu tetap harus izin terlebih dulu. Tentu kerja KPK akan terganggu kalau harus izin dulu,” ujar Oce kepada CNNIndonesia.com, Rabu (29/3).
Oce khawatir kewajiban untuk memberitahu akan menghambat KPK dalam proses mengusut perkara. Padahal karakteristik penggeledahan atau penyitaan adalah dilakukan secara mendadak.
“Strategi penggeledahan atau penyitaan itu tiba-tiba supaya barang yang ditarget tidak dimusnahkan. Tapi kalau izin dulu takutnya barang itu bisa dihilangkan atau disembunyikan lebih dulu,” katanya.
Sementara itu Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menyatakan, ketentuan KPK yang harus ‘kulonuwun’ saat menggeledah hanya menjadi bentuk koordinasi lembaga anti rasuah dengan lembaga penegak hukum lain. Pemberitahuan ini sekaligus menegaskan KPK tak perlu meminta izin saat menggeledah.
“Dalam nota kesepahaman tidak ada klausul izin sebelum menggeledah, yang ada sebatas pemberitahuan. Tentu kami berharap klausul pemberitahuan ini dapat dipahami secara sama agar tidak terjadi hambatan dalam pelaksanaan tugas para penegak hukum,” ucap Febri.
Febri menuturkan, ketentuan tentang pemberitahuan telah diatur dalam pPasal 3 ayat 7 KUHAP. Beleid tersebut menjelaskan, bila salah satu pihak melakukan penggeledahan, penyitaan, atau memasuki kantor pihak lain, maka wajib memberitahukan pada pimpinan pihak yang menjadi objek dilakukannya tindakan tersebut, kecuali tertangkap tangan.
“Jadi ketentuan ini lebih dalam konteks koordinasi dan tentu pelaksanaannya tetap mengacu pada KUHAP,” katanya.
Nota kesepahaman mencantumkan sejumlah poin kesepakatan penanganan tindak pidana korupsi antara tiga lembaga penegak hukum. Selain penggeledahan, poin lain adalah ketentuan pemanggilan anggota lembaga penegak hukum lain.
Jika hal itu dilakukan, salah satu pihak harus memberitahukan kepada pimpinan lembaga yang anggotanya dipanggil. Ketiga lembaga juga dapat menyelenggarakan pertemuan dan dengar pendapat dalam rangka mengoptimalkan penanganan korupsi.
Kongres Advokat Indonesia