Tribunnews.com – Berdalih ingin membantu teman seorang advokat yang sedang kesulitan finansial karena jarang mendapatkan perkara, menjadi alasan Kasubag Humas Mahkamah Konstitusi (MK) Rudi Harianto yang akhirnya memutuskan untuk menyuruh dua orang sekuriti di Gedung MK, S dan EM untuk mencuri berkas perkara sengketa pilkada Dogiyai, Papua.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, polisi menduga motif Rudi melakukan pencurian karena menolong temannya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono menuturkan, seorang advokat yang dimaksud tersebut diduga tidak berafiliasi politik atau kader parpol. “Bukan (kader politik). Teman kuliah,” ujar Argo.
Selain Rudi, polisi telah menetapkan kedua satpam MK berinisial EM dan S sebagai tersangka.
EM dan S mengaku diperintah oleh Rudi saat mengambil berkas. Polisi lanjut Argo juga kini sudah mengantongi aktor intelektual dalam kasus tersebut.
Rudi yang merupakan Kasubag Humas di MK melakukan pencurian tersebut atas perintah dari seorang advokat. Rudi kemudian meminta satpam MK untuk mencuri berkas-berkas tersebut.
“Rudi Hermanto yang suruh 2 satpam itu. Dia kan punya teman advokat karena teman kuliah, karena enggak dapat klien, kemudian meminta tolong (kepada Rudi) diambilkan berkas,” ujar Argo.
Namun, apa tujuan advokat tersebut meminta kepada Rudi untuk mencuri berkas, Argo mengatakan pihaknya belum bisa mengetahuinya. Polisi akan memeriksa advokat tersebut.
“Yang advokat belum kami periksa. Nanti kalau diperiksa, nanti tahu kenapa nyuruh temannya ambil berkas,” ungkap dia.
Selain untuk menghilangkan jejak, Rudi meminta dua satpam mencuri berkas karena memiliki akses ke ruangan berkas di MK tesebut.
“Karena Rudi ini hanya sebagai Kepala Bagian Humas ini karena nggak ada kewenangan. Jadi dia suruh satpam ambil berkas itu,” ujarnya.
Berkas Diperjualbelikan
Dari informasi yang dihimpun dari seorang sumber di MK pihak luar yang kini jadi pengacara atau konsultan hukum di suatu firma hukum itu adalah mantan pegawai MK.
Ia dipecat sekitar empat tahun lalu karena melakukan pelanggaran, yaitu menerima uang dalam suatu perkara sengketa pilkada.
Mantan pegawai MK itu punya hubungan dekat dengan Kepala Subbagian Humas MK Rudi Harianto. Keduanya saling kenal ketika sama-sama bekerja di MK.
Pencurian berkas Pilkada Dogiyai dilakukan Rudi bersama dengan pegawai negeri sipil MK, Sukirno, yang dibantu dua anggota satuan pengamanan MK.
Setelah berkas dicuri, mereka memberikannya kepada pengacara itu.
Informasi lain juga menyebutkan mantan pegawai MK yang menjadi “makelar perkara” itu diduga juga memperjualbelikan menyerahkan berkas permohonan Dogiyai itu kepada firma hukum lainnya untuk keperluan pihak tertentu.
Berkas yang hilang dan diserahkan kepada pihak luar itu terdiri dari satu eksemplar surat permohonan awal yang belum diperbaiki dan satu eksemplar surat kuasa.
Juru Bicara MK Fajar Laksono Soeroso yang dikonfirmasi ihwal adanya keterlibatan mantan pegawai MK dan motif pencurian itu mengatakan, pihaknya tidak bisa berkomentar lebih jauh.
“Penyelidikan mengenai motif pencurian itu kami serahkan kepada pihak kepolisian. Kami belum mengetahui secara pasti apa motifnya, begitu pula pihak luar yang terlibat dalam pencurian tersebut. Hasil pemeriksaan tim investigasi bentukan MK baru mengonfirmasi keterlibatan empat pegawai MK. Keempat pegawai itu juga telah dipecat dari MK per 17 Maret 2017,” katanya.
Kasubag Humas Mahkamah Konstitusi (MK), Rudi Harianto, masih menjalani pemeriksaan penyidik Direskrimum Polda Metro Jaya pasca-ditangkap di rumahnya, di Lenteng Agung, Jakarta Selatan sejak Sabtu malam.
Penangkapan pejabat eselon IV MK tersebut menyusul penetapan tersangka kasus pencurian berkas perkara sengketa pilkada di MK kepadanya.
“R sudah ditetapkan sebagai tersangka. Yang bersangkutan dikenakan Pasal 363 KUHP tentang pencurian,” ujar Argo.
Saat ini, penyidik masih mendalami kasus pencurian berkas sengketa pilkada MK ini, termasuk mengungkap motif dan otak pelakunya.
Kasus pencurian berkas sengketa pilkada di MK dilaporkan oleh pihak MK ke Polda Metro Jaya pada 9 Maret 2017.
Di antara berkas sengketa pilkada yang hilang adalah berkas Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Tugiya, Takalar (Sulsel) dan Bengkulu.
Pencurian berkas tersebut diduga terjadi pada 27 Februari 2017.
Ada Berkas Lain
Argo menjelaskan E, satpam yang diciduk pada Jumat (25/3) mengaku bertemu dengan Rudi di Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal pada 27 Februari 2017.
Dia diminta mengambil berkas Pilkada Dogiyai, Takalan, dan Bengkulu.
Setelah meminta E, Rudi juga memerintahkan satpam lainnya, S, untuk mengambil berkas sengketa pilkada daerah lainnya secara acak.
Fotokopi berkas yang diambil S yakni berkas sengketa Pilkada DIY, Salatiga, Tebo, dan Sangihe. Berkas-berkas tersebut dimasukkan ke dalam tas milik E dan kemudian disimpan di dalam loker milik S.
Keesokan harinya, oleh kedua tersangka, berkas tersebut diberikan kepada Rudi di depan kantor RRI di Jakarta Pusat.
Setelah itu, Rudi memerintahkan untuk mengembalikan berkas-berkas itu ke MK. Polisi saat ini memburu teman dari Rudi yang diduga juga terlibat dalam pencurian.
“Ada satu yang ngurus dia. Sedang kami cari,” ujar Argo.