Detik.com – Jabatan sebagai Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) yang pernah diemban Agus Rahardjo disoal. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang bersuara tentang hal itu, bahkan hingga meminta Agus untuk mundur dari jabatan Ketua KPK, posisinya saat ini.
Fahri menyebut ada konflik kepentingan antara jabatan Agus dulu di LKPP dengan penanganan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang kini tengah diusut KPK. LKPP di bawah kepemimpinan Agus memang dulu pernah memberikan rekomendasi terkait proyek e-KTP, tapi rekomendasi itu tak dipenuhi hingga akhirnya malah menimbulkan kerugian keuangan negara.
Dalam surat dakwaan yang disusun jaksa pada KPK yang dibacakan pada Kamis, 9 Maret lalu, tertera tentang rekomendasi LKPP yang tidak dipatuhi. Sugiharto yang saat itu menjabat Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemdagri) menandatangani spesifikasi teknis dan kerangka acuan kerja yang disusun tim Fatmawati.
“Dalam kerangka acuan kerja tersebut, terdakwa II atas persetujuan terdakwa I (Irman) menyatukan 9 lingkup pekerjaan yang berbeda yang menuntut kompetensi yang berbeda menjadi 1 paket pekerjaan dengan maksud untuk meminimalisir peserta lelang sehingga dapat memenangkan konsorsium PNRI serta pelaksanaannya dilaksanakan dengan menggunakan perjanjian tahun jamak,” papar jaksa.
Sembilan lingkup pekerjaan yang disatukan oleh Sugiharto adalah:
- Pengadaan blangko KTP berbasis chip
- Pengadaan peralatan di data center dan disaster recovery center di pusat
- Pengadaan peralatan (perangkat keras) kabupaten/kota
- Pengadaan peralatan (perangkat keras) kecamatan.
- Pengadaan sistem AFIS
- Pengadaan perangkat lunak (software/application/OS)
- layanan keahlian pendukung kegiatan penerapan KTP elektronik
- Bimbingan teknis untuk operator dan pendampingan teknis
- Penyediaan jaringan komunikasi data (NIK dan KTP elektronik)
Atas penggabungan tersebut, LKPP memberikan saran yang meminta agar Sugiharto tidak menggabungkan 9 lingkup pekerjaan tersebut. Penggabungan disebut LKPP berpotensi terjadi kegagalan dalam proses pemilihan dan pelaksanaan pekerjaan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara serta akan menghalangi terjadinya kompetisi dan persaingan sehat.
“Namun terdakwa II mengesampingkan saran LKPP dan tetap melanjutkan proses pelelangan dengan menggabungkan 9 pekerjaan,” sebut jaksa.
Tak hanya itu, Direktur Penanganan Permasalahan Hukum LKPP Setya Budi Arijanta pernah pula menuturkan banyaknya masalah dalam proyek e-KTP dari awal. Ketika dihubungi detikcom pada 21 Oktober 2016, dia mengaku telah berkali-kali mengingatkan panitia pengadaan proyek itu tetapi tak digubris.
“Jadi mengenai pemaketan, setahu saya dulu 9 item pekerjaan dijadiin satu, itu membatasi persaingan gitu, itu kita sarankan (agar dipecah-pecah). Kemudian seingat saya waktu itu di surat kita itu pengumuman PQ-nya itu tidak disebut 9 item pekerjaan, itu kita minta itu diulang pengumumannya ya, karena sesuai ketentuan itu harus disebutin semua,” papar Setya.
Kemudian masalah yang ditemukan lagi yaitu terkait dokumen pelelangan yang tidak konsisten. Setya menyebut seharusnya panitia pengadaan menentukan apakah dokumennya e-procurement atau manual.
“Kalau e-proc ya e-proc, kalau manual manual. Jadi kalau Anda mau e-proc pakai dokumen yang e-proc, kita sudah sarankan,” ucapnya.
Lalu masalah lain yaitu dalam tahap aanwijzing yaitu tahapan dalam tender dalam memberikan penjelasan mengenai pasal-pasal dalam RKS (Rencana Kerja dan Syarat-Syarat), Gambar Tender, RAB dan TOR (Term of Reference). Setya menyebut panitia pengadaan e-KTP tidak menyebut bahwa proses itu harus diulang.
“Saya waktu itu sudah bilang harus ulang, jadi ada banyak pertanyaan, kita menganalisis, pertanyaan satu kalau dijawab akan menimbulkan pertanyaan kedua gitu lho, jadi enggak bakal tuntas di satu pertemuan, tapi teman-teman Mendagri tidak mau mengikuti saran kita,” kata Setya.
Kongres Advokat Indonesia