Okezone.com – Sedikitnya 20 orang pengacara siap memperkarakan kepala desa (kades) di Kabupaten Blitar yang memboikot atau menolak urusan agraria. Bahkan para praktisi hukum ini telah mendirikan posko pengaduan untuk warga yang merasa dirugikan kepala desa.
“Kita siap mendampingi warga yang merasa dirugikan kebijakan kepala desa,“ ujar juru bicara penasehat hukum Farhan Mahfudzi kepada, Senin (13/3/2017).
Sikap boikot kades karena dalih takut diringkus Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) dinilai tidak tepat. Sikap itu, kata Farhan juga kurang etis mengingat kekuasaan yang didapat berasal dari warga yang dipimpinnya. Kades di Blitar menurut dia telah melakukan akrobat politik anarki. Sikap boikot agraria akan berujung pada kekacauan sosial. Alhasil, masyarakat yang paling dirugikan.
“Gimana nanti warga yang ingin mengurus harta waris? Gimana warga yang ingin mendapatkan sertifikat tanah atau berjual beli tanah? Sebab kades memiliki fungsi administrasi yang vital,“terang Farhan.
Sebelumnya sebanyak 220 kades di Kabupaten Blitar menyatakan memboikot segala urusan agraria. Hal itu menyusul penangkapan dua orang kades, yakni Desa Soso Kecamatan Gandusari dan Desa Pojok Kecamatan Garum oleh Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).
Dari tangan oknum kades petugas mengamankan uang tunai dan dokumen pengurusan agraria sebagai bukti pungli. Atas insiden penangkapan ini para kades takut urusan agraria akan menggiring mereka menjadi sasaran empuk operasi tangkap tangan (OTT) Saber Pungli. Asosiasi Pemerintah Desa (APD) menganggap makna “pungli” dan “gratifikasi” perlu dikaji ulang. Sebab tidak sedikit warga yang memaknai secara membabi buta.
Sementara disisi lain tidak sedikit pemohon urusan agraria yang karena rasa terima kasih, kemudian dilandasi kesepakatan, mengulurkan sesuatu sebagai imbalan. Farhan menegaskan bahwa kesepakatan bersama diluar ketentuan yang berlaku sama dengan persekongkolan jahat yang melanggar hukum. Menurut dia sikap boikot kades terhadap urusan agraian sangat bisa dibawa ke pengadilan perdata atau administrasi.
Kendati demikian ia mengakui dalam masalah ini perlu adanya solusi yang kondusif. Sebab OTT yang dilakukan Tim Saber Pungli tentunya juga sudah melalui prosedur yang berlaku.
“Sepertinya antara kades dan tim saber pungli perlu duduk besama. Dan yang pasti melakukan boikot urusan agraria bukan solusi. Justru menimbulkan persoalan baru,“ pungkasnya.
Ketua Asosiasi Pemerintah Desa (APD) Kabupaten Blitar Nukhamim mengatakan bahwa langkah boikot agraria justru menjadi ikhtiar kades mencari solusi terbaik. Sebab dengan berdirinya Tim Saber Pungli, kata Nurkhamim posisi kades seolah menjadi tumbal kebijakan baru.
“Semacam menjadi korban. Dan ini sepertinya terkait dengan budget yang diterimakan pemerintah ke desa,“ ujarnya.
Seperti diberitakan, sebanyak 220 kepala desa se Kabupaten Blitar melakukan boikot segala urusan agraria. Menyusul penangkapan dua orang oknum kades, para kades lain takut hanya menjadi sasaran empuk tim Saber Pungli.
Kongres Advokat Indonesia