Hukumonline.com – Akhir Desember 2016 lalu, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran (SEMA) No. 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan. Kesepakatan hasil rumusan kaidah hukum baru pleno kamar ini diselenggarakan setiap tahun sejak 2012, khususnya pembahasan teknis yudisial dalam penanganan perkara di masing-masing kamar MA.
Bicara hasil pleno hasil kamar, tentu tak lepas dengan “Sistem Kamar” di MA. MA meluncurkan Sistem Kamar saat Rakernas MA di Jakarta pada September 2011 silam. Saat itu, terbit SK KMA No 142/KMA/SK/IX/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Kamar di MA; SK KMA No. 143/KMA/IX/ 2011 tentang Penunjukan Ketua Kamar dalam Sistem Kamar pada MA; SK KMA No. 144/KMA/SK/IX/2011 tentang Hakim Agung sebagai Anggota Kamar Perkara dalam Sistem Kamar pada MA.
Tak lama berselang, SK KMA No. 142 Tahun 2011 diubah melalui SK KMA No. 017/KMA/SK/II/2012 dan SK KMA No. 112/KMA/SK/VII/2013 tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar di MA. Lalu, bagaimana latar belakang diterapkannya Sistem Kamar ini? Dan bagaimana pula pengertian dan tujuan dari pemberlakuan sistem kamar ini.
Sebelum Sistem Kamar ini berlaku, hakim agung seringkali menangani perkara tidak sesuai dengan keahliannya. Kondisi itu mengakibatkan sejumlah putusan MA dinilai publik sebagai putusan yang unprofessional. Apalagi,prinsipnya seorang hakim dilarang menolak perkara dan dianggap mengetahui hukum. Karena itu, Sistem Kamar ini diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dan kualitas putusan para hakim agung.
Sistem Kamar ini didasarkan spesialisasi bidang hukum yang dikuasai masing-masing hakim agung. Dengan begitu, hakim agung hanya boleh menangani perkara sesuai keahliannya. Sebenarnya, konsep Sistem Kamar ini diadopsi dari Sistem Kamar yang selama ini diterapkan di Hoge Raad (MA) Belanda. Di era Kepemimpinan Ketua MA Harifin A Tumpa, Ketua MA Belanda kala itu pernah memaparkan Sistem Kamar yang berlaku di Belanda.
“Kita sudah mendengarkan Ketua MA Belanda yang memaparkan Sistem Kamar di sana saat datang kesini,” kata Harifin di Gedung MA Jakarta pada awal Januari 2011 silam.
Merujuk SK KMA No. 17 Tahun 2012, kamar-kamar di MA terdiri dari kamar pidana, perdata,tata usaha negara, agama, dan militer. Bidang perdata khusus dan pidana khusus masuk ke kamar perdata dan kamar pidana. Tentunya, Sistem Kamar ini untuk menjaga kesatuan dan konsistensi putusan, meningkatkan profesionalisme hakim agung, dan mempercepat proses penanganan perkara di MA.
Awalnya, penerapan Sistem Kamar ini masih dalam tahap transisi alias percobaan. Sejak diluncurkan pada September 2011, Sistem Kamar ini belum diterapkan secara utuh di MA. Karena itu, Sistem Kamar secara murni diharapkan berlaku efektif setelah April 2014. Artinya, penerapan Sistem Kamar masa transisi ini, seorang hakim agung di kamar tertentu bisa diperbantukan di kamar lain. Misalnya, seorang hakim kamar militer masih menangani perkara pidana atau sebaliknya. Demikian pula di kamar lainnya.
Dalam perkembangannya, MA terus berupaya dalam rangka penguatan Sistem Kamar terutama untuk menjaga konsistensi putusan. Salah satu upaya penguatan atau penyempurnaan Sistem Kamar ini diterbitkannya SK KMA No. 213/KMA/SK/XII/2014 tanggal 30 Desember 2014 tentang Pedoman Sistem Kamar di MA, Penyelenggaraan Rapat Pleno Kamar, dan Studi Banding Implementasi Sistem Kamar ke Hoge Raad Belanda.
Hingga saat ini, MA sudah menyelenggarakan rapat pleno kamar sebanyak lima kali yakni periode 2012-2016 yang membahas semua permasalahan hukum yang mengemuka di masing-masing kamar sekaligus evaluasi di bidang manajemen perkara. Terakhir, rapat pleno kamar digelar pada 23 s.d. 25 Oktober 2016 yang dihadiri seluruh anggota kamar di MA.
Lewat SEMA No. 4 Tahun 2016, rumusan hasil pleno kamar ini dijadikan pedoman pelaksanaan tugas MA dan peradilan di bawahnya. Meski begitu dalam SEMA ini dijelaskan rumusan hukum hasil pleno kamar tahun 2012, 2013, 2014, dan tahun 2015 yang secara tegas dinyatakan direvisi atau secara substansi bertentangan dengan rumusan hasil pleno kamar tahun 2016, rumusan hukum tersebut dinyatakan tidak berlaku.