Cnnindonesia.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) berencana mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Timur. Kasasi itu terkait pembatalan putusan Komisi Informasi Publik yang meminta pemerintah memublikasikan invetigasi Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir Said Thalib (TPF KMM).
Kepala Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik KontraS, Putri Kanesia mengatakan, putusan pembatalan tersebut menunjukkan pemerintah gagal menggunakan kesempatan dan kewenangannya dalam mendorong pengungkapan kasus pembunuhan Munir.
“Berkenaan dengan putusan tersebut KontraS akan mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung,” ujar Putri di Gedung PTUN Jaktim, Jakarta, Kamis (16/2).
Dalam putusan yang dibacakan oleh Hakim Ketua Wenceslaus disebutkan bahwa PTUN mengabulkan permohonan Kementerian Sekretaris Negara untuk membatalkan putusan KIP Nomor 025/IV/KIP-PS-A/2016 tanggal 10 Oktober 2014.
Dalam permohonannya, Kementerian Setneg keberatan atas perintah KIP untuk mengumumkan secara resmi hasil penyelidikan TPF KMM kepada masyarakat.
Hasil penyelidikan tersebut tidak dapat diumumkan, sebagimana diatur dalam Penetapan Kesembilan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2004 tentang TPF KMM, lantaran Kementerian Setneg mengklaim tidak memiliki dokumen terkait.
Putri menilai, kasus kematian Munir bukan kasus sepele. Pasalnya, sejak Munir tewas 12 tahun lalu, aktor intelektual pembunuhan tersebut belum juga terungkap.
“Saat ini hanya disebutkan aktor lapangan yang sudah diadili, walaupun kita sudah tahu hasilnya seperti apa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Putri berkata, alasan KontraS terus mengupayakan publikasi dokumen penyelidikan TPF KMM lantaran dokumen tersebut diyakini sebagai kunci untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Ia menduga, ada sejumlah nama pejabat yang terlibat pembunuhan Munir. Hal ini menjadi alasan pemerintah enggan menindaklanjuti putusan KIP.
“Saya mau tantang, kalau kasus Munir sudah selesai kenapa harus ditutupi. Publik harus tahu, jangan ada yang disembunyikan,” ujar Putri.
Lapor Komisi Yudisial
Putri menyatakan, KontraS akan meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa seluruh majelis hakim yang menangani perkara tersebut. Mereka menduga para hakim tidak memahami pokok perkara dan mengeluarkan putusan secara sepihak.
“Kami hendak lapor KY soal alasan mengapa majelis hakim PTUN untuk tidak melakukan pemeriksaan secara terbuka. Padahal menutut KIP itu adalah sengketa terbuka,” ujarnya.
Putri menilai, putusan PTUN yang mengabulkan permohonan Kementerian Setneg seolah tidak mempertimbangkan nota keberatan yang diajukan oleh KontraS. Padahal dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2011 dijelaskan bahwa pihak pemohon dan termohon berhak melakukan penguatan alat bukti perkara.
“Sehingga pada putusan masing-masing sudah melaksanakan atau mendapatkan hak-haknya,” ujar Putri.
KontraS menyebut Kementerian Setneg telah lalai karena tidak mampu menginventarisasi dokumen negara yang sifatnya penting.
“Saya pikir hakim tidak cermat dalam melihat peraturan yang terkait apa itu kewenangan Kementerian Setneg,” ujarnya.